Kamis, 25 November 2010

Contoh Makalah Hemangioma

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang
Hemangioma merupakan tumor jinak pembuluh darah yang berproliferasi dari sel-sel endotelium pembuluh darah diikuti involusi terus menerus meyebabkan kelainan yang merupakan hasil dari anomali perkembangan pleksus vaskular. Hemangioma sering terjadi pada bayi yaitu 1,1% sampai 2,6% dan anak-anak yaitu 10% sampai 12%. Lesi ini lebih sering terjadi pada wanita dibanding pria dengan rasio 3:1. Lesi hemangioma tidak ada pada saat kelahiran. Mereka bermanifestasi pada bulan pertama kehidupan, menunjukkan fase proliferasi yang cepat dan perlahan-lahan berinvolusi menuju bentuk lesi yang sempurna.3,4
Sampai saat ini etiologi hemangioma masih belum jelas, ada banyak hipotesis yang menyatakan tentang etiologi hemangioma. Namun proses angiogenesis memegang peranan penting. Sitokin, seperti basic fibroblast growth factor (bFGF) dan vascular endothelial growth factor (VEGF) telah terbukti berhubungan dengan proses angiogenesis. Peningkatan kadar faktor angiogenesis tersebut dan atau berkurangnya kadar angiogenesis inhibitor seperti gamma interferon (Ύ-IF), tumor necrosis factor-beta (TNF-β) dan transforming growth factor-beta (TGF-β) diduga menjadi penyebab terjadinya hemangioma.

I.2. Tujuan Penulisan
A. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menerapkan pola pikir ilmiah dalam melaksanakan Asuhan Kebidanan pada Bayi penderita Hemangioma dan mendapatkan gambaran epidemiologi, distribusi, frekuensi, determinan, isu dan program penanganan penyakit Hemangioma

B. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengkajian pada penyakit Hemangioma
b. Mengetahui pengertian pada penyakit Hemangioma
c. Mengetahui Etiologi, gejala, tindakan yang tepat untuk mengatasi Hemangioma
d. Mengetahui evaluasi yang di harapkan

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Hemangioma adalah salah satu jenis kelainan pembuluh darah. Orang lebih mengenalnya sebagai tanda lahir, sebenarnya hemangioma adalah tumor pembuluh darah, tetapi tidak berbentuk benjolan. Hemangioma ini bisa dijumpai pada bayi baru lahir.

Hemangioma, sekitar 60 % berada di sekitar kepala dan leher. Sekitar 25 % berada di tubuh, dan 15 % terdapat di lengan atau kaki. Hemangioma juga bisa muncul di lapisan bawah kulit ataupun organ dalam tubuh, seperti hati, saluran pencernaan, dan otak.

Secara pasti, sampai saat ini belum diketahui apa yang menyebabkan hemangioma ini. Akan tetapi, penyakit ini lebih cenderung menyerang:
1. Hemangioma lebih sering terjadi pada perempuan daripada laki-laki.
2. Lebih sering terjadi pada anak kembar.
3. Lebih sering dijumpai pada ras Kaukasia daripada ras Asia atau Afrika
Beberapa klasifikasi telah digunakan untuk mengelompokkan berbagai bentuk hemangioma, tetapi tidak seluruhnya dijelaskan secara rinci. Pada tahun 1982 Mulliken dan Glowacki memperkenalkan skema klasifikasi hemangioma berdasarkan pemeriksaan fisik, sifat klinik dan selular dari lesi. Mereka membagi tumor vasoformatif ke dalam dua kategori yaitu hemangioma dan malformasi vaskular.
Secara umum para ahli mengklasifikasikan hemangioma menjadi tiga jenis yaitu (1) hemangioma kapiler, yang terdiri atas hemangioma kapiler pada anak (nevus vasculosus, strawberry nevus), granuloma piogenik, dan cherry-spot. (2) hemangioma kavernosum dan (3) hemangioma campuran. Malformasi vaskular lebih lanjut terbagi menjadi malformasi arterial, venous, kapilari, dan malformasi limfatik.
Neville dkk, mengklasifikasikan hemangioma menjadi hemangioma kapiler, hemangioma juvenile, hemangioma kavernosa dan hemangioma arterivenosa. Hemangioma kapiler merupakan yang paling sering ditemukan, karena warnanya disebut juga hemangioma stroberi. Hemangioma juvenile lebih sering ditemukan pada daerah parotis, hemangioma kavernosa umumnya diameternya lebih besar serta melibatkan struktur yang lebih dalam. Hemangioma arterivenosa merupakan suatu keadaan dimana terjadi hubungan yang abnormal antara arteri dan vena.
Sebuah klasifikasi sederhana yang dibuat oleh Watson dan McCarty berdasarkan 1308 jenis tumor pembuluh darah yaitu hemangioma kapiler, hemangioma kavernous, hemangioma hipertrophik/angioblastik, hemangioma recemose, hemangioma sistemik difus, hemangioma metastase (menyebar), nevus vinosus atau port-wine stain, dan telangiektasia hemoragik herediter. Lesi pada hampir seluruh kasus hemangioma muncul saat bayi baru lahir dan meningkat pada tahun pertama. Menurut laporan Watson dan McCarthy, 85% dari 1308 lesi telah terbentuk pada akhir tahun pertama usia bayi. Daerah yang paling sering terkena lesi adalah kepala dan leher yaitu sekitar 56% kasus, sementara sisanya dapat terjadi pada enam sampai tujuh permukaan kulit tubuh.
Gambaran klinis hemangioma bervariasi sesuai dengan jenisnya. Hemangioma kapiler (nevus strawberry) tampak sebagai bercak merah menyala, tegang dan berbentuk lobular, berbatas tegas, yang dapat timbul pada berbagai tempat pada tubuh. Berbeda dengan hemangioma kapiler, lesi pada hemangioma kavernosum tidak berbatas tegas, dapat berupa makula eritematosa atau nodus yang berwarna merah sampai ungu. Bila ditekan mengempis dan akan cepat menggembung kembali apabila dilepas.




2.2 Patofisiologi

Ada beberapa hipotesis yang dikemukakan mengenai patofisiologi dari hemangioma, diantaranya menyatakan bahwa proses ini diawali dengan suatu proliferasi dari sel-sel endotelium yang belum teratur dan dengan perjalanan waktu menjadi teratur dengan membentuk pembuluh darah yang berbentuk lobus dengan lumen yang berisi sel-sel darah. Sifat
pertumbuhan endotelium tersebut jinak dan memiliki membran basalis tipis. Proliferasi tersebut akan melambat dan akhirnya berhenti.4
Hipotesis dari Takahashi menyatakan bahwa dalam trimester terakhir dari kehamilan, di dalam fetus terbentuk endotelium immature bersama dengan pericyte yang juga immature yang memiliki kemampuan melakukan proliferasi terbatas dimulai pada usia 8 bulan sampai dengan 18 bulan pertama masa kehidupan setelah dilahirkan maka pada usia demikian terbentuk hemangioma.4
Selama aktivitas proliferasi endotelium terjadi influks sejumlah sel mast dan tissue inhibitors of metalloproteinase (TIMP atau inhibitor pertumbuhan jaringan). Proliferasi endotelium kembali normal setelah fase proliferasi berhenti atau involusi. Sebagian besar hemangioma akan mengalami involusi spontan pada usia 5-7 tahun atau sampai usia 10-12 tahun.4

2.3 Tanda dan Gejala
Tampak seperti tanda lahir, tetapi pertumbuhannya terjadi secara cepat pada usia 6-12 bulan.
1. Pertumbuhan ini mulai menyusut dan melambat pada usia 1-7 tahun dan tumor ini menciut pada usia 10-12 tahun, kebanyakan ada pula yang menghilang pada usia 10-13 tahun.
2. Adanya pola merah terang yang timbul, terkadang dengan permukaan bertekstur (kadang disebut hemangioma stroberi karena berwarna merah seperti buah stroberi).
3. Pembuluh darah vena yang menyebar dari tumor juga bisa terlihat di bawah kulit. Saat hemangioma mulai menyusut, warna merahnya akan memudar. Bekas warna akhir itu umumnya akan hilang saat anak berusia 7 tahun.
4. Untuk hemangioma yang muncul pada lapisan kulit lebih bawah (hemangioma dalam), terlihat seperti lebam atau kebiru-biruan pada kulit tapi terkadang juga malah tidak tampak sama sekali. Lebam ini biasanya terlihat pada saat anak berusia 2-4 bulan.


2.4 Komplikasi
1. Perdarahan.
2. Pada tempat tertentu, dapat mengganggu fungsi, seperti : ambliopia, sesak nafas, gangguan kencing.
3. Trombositopenia, D.I.C.

2.5 Penatalaksanaan

Untuk mendeteksi timbulnya hemangioma secara dini mungkin agak sulit. Akan tetapi, jika anak telah lahir dan terlihat ada kelainan pada kulitnya, seperti keterangan yang disebutkan pada tanda-tanda hemangioma, sebaiknya segera berkonsultasi dengan dokter untuk mengatasi atau mencegah perkembangan hemangioma lebih lanjut.


Dari segi pengobatan, karena adanya persamaan-persamaan dalam tindakan, maka dapat digolongkan atas 3 golongan yaitu :

Golongan I :
a ”Strawbery mark”
b. Hemangioma kavernosum
c. Hemangioma campuran

Golongan II
a. ”Salmon patch”
b. ”Port wine stain”

Golongan III
a.”Spider angioma” dengan ”central arteriole”
Pengobatan untuk Golongan I
1. Radiasi : radiasi dapat membuat involusi, tapi komplikasi-komplikasi radiasi jauh lebih berbahaya dari pada hemangiomanya sendiri bila tidak diobati.
2. Pembedahan
a. Eksisi hemangioma
Bukan cara yang ideal karena kesukaran teknis, perdarahan banyak, tidak dapat mengambil secara tuntas tanpa merusak organ setempat, untuk hemangioma kecil kurang dari 1 cm, di daerah nasolabialis eksisi akan memberi hasil baik.
b. Ligasi arteri proksimal : kurang memuaskan
c. Ligasi ”a-v shunt”
d. Elektro koagulasi : untuk ”spider angioma”
e. ”Sclerozing agent”
Dipakai 5% sod. Morhuate. Dipergunakan hanya di daerah skalp, lidah, mucosa, dimana sikatriks yang timbul tidak akan menyusahkan kelak.
f. Kortikosteroid : dosis pemberian per oral 20-30 mg/hari selama 2-3 minggu, dan pelan-pelan diturunkan sampai 3 bulan.
Kortikosteroid, menambah sensitifnya pembuluh darah terhadap vaso constricting agent.
3. Menunggu :
Tindakan ini dilakukan atas dasar pertimbangan, bahwa hemangioma ini akan mengalami involusi spontan. Hemangioma ini sudah ada sejak lahir atau timbul sementara sesudah lahir. Kemudian membesar dengan cepat sampai umur 6-9 bulan. Selama 1 tahun berikutnya ia tumbuh pelan sampai maksimum besarnya pada lebih kurang umur 1 tahun. Kemudian mulai terjadi involusi spontan. Perjalanan involusi ini berjalan bertahun-tahun, sampai umur 7 tahun.

Pengobatan Golongan II :
“Salmon patch” dan “Port wine statis”, tidak mengadakan regresi spontan. Tindakan eksisi kemudian defek ditutup dengan skin graft atau dengan flap memberikan hasil lebih jelek dari sebelum operasi. Penanganan yang memberi hasil memuaskan dengan sinar Laser Argon.

Contoh Makalah Labiopschisis dan Labiopalatopschisis

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Labioschisis atau biasa disebut bibir sumbing adalah cacat bawaan yang menjadi masalah tersendiri di kalangan masyarakat, terutama penduduk dengan status sosial ekonomi yang lemah. Akibatnya operasi dilakukan terlambat dan malah dibiarkan sampai dewasa.

Insiden bibir sumbing di Indonesia belum diketahui diketahui secara pasti, hanya disebutkan terjadi satu kejadian setiap 1000 kelahiran. Hidayat dan kawan-kawan di propinsi Nusa Tenggara Timur antara April 1986 sampai Nopember 1987 melakukan operasi pada 1004 kasus bibir sumbing atau celah langit-langit pada bayi, anak maupun dewasa di antara 3 juta penduduk.

Bibir Sumbing memiliki frekuensi yang berbeda-beda pada berbagai budaya dan ras serta negara. Diperkirakan 45% dari populasi adalah non-Kaukasia. Fogh Andersen di Denmark melaporkan kasus bibir sumbing dan celah langit-langit 1,47/1000 kelahiran hidup. Hasil yang hampir sama juga dilaporkan oleh Woolf dan Broadbent di Amerika Serikat serta Wilson untuk daerah Inggris. Neel menemukan insiden 2,1/1000 penduduk di Jepang.

Etiologi bibir sumbing dan celah langit-langit adalah multifaktorial. Selain faktor genetik juga terdapat faktor non genetik atau lingkungan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya bibir sumbing dan celah langit-langit adalah usia ibu waktu melahirkan, perkawinan antara penderita bibir sumbing, defisiensi Zn waktu hamil dan defisiensi vitamin B6.

Bayi yang terlahir dengan labioschisis harus ditangani oleh klinisi dari multidisiplin dengan pendekatan team-based, agar memungkinkan koordinasi efektif dari berbagai aspek multidisiplin tersebut. Selain masalah rekonstruksi bibir yang sumbing, masih ada masalah lain yang perlu dipertimbangkan yaitu masalah pendengaran, bicara, gigi-geligi dan psikososial. Masalah-masalah ini sama pentingnya dengan rekonstruksi anatomis, dan pada akhirnya hasil fungsional yang baik dari rekonstruksi yang dikerjakan juga dipengaruhi oleh masalah-masalah tersebut. Dengan pendekatan multidisipliner, tatalaksana yang komprehensif dapat diberikan, dan sebaiknya kontinyu sejak bayi lahir sampai remaja. Diperlukan tenaga spesialis bidang kesehatan anak, bedah plastik, THT, gigi ortodonti, serta terapis wicara, psikolog, ahli nutrisi dan audiolog.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Para Ahli diketahui bahwa alasan terbanyak anak penderita labioschisis atau labiopalatoschisis terlambat (berumur antara 5-15 tahun) untuk dioperasi adalah keadaan sosial ekonomi yang tidak memadai dan pendidikan orang tua yang masih kurang.(3)



I.2. Tujuan Penulisan
A. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menerapkan pola pikir ilmiah dalam melaksanakan Asuhan Kebidanan pada Bayi penderita Labioschisis dan Labiopalatoschisis dan mendapatkan gambaran epidemiologi, distribusi, frekuensi, determinan, isu dan program penanganan penyakit Labioschisis dan Labiopalatoschisis

B. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengkajian pada penyakit Labioschisis dan Labiopalatoschisis
b. Mengetahui pengertian pada penyakit Labioschisis dan Labiopalatoschisis
c. Mengetahui Etiologi, gejala, tindakan yang tepat untuk mengatasi Labioschisis dan Labiopalatoschisis
d. Mengetahui evaluasi yang di harapkan

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi

Labioschisis/CB/Celah Bibir/Cleft Lips adalah celah pada bibir atas, baik komplit, tidak komplit, unilateral maupun bilateral dijumpai sejak lahir atau merupakan kelainan bawaan yang terjadi pada bibir bagian atas, lokasinya tepat dibawah hidung.Kelainan ini dapat berupa takik kecil pada bahagian bibir yang berwarna samapai pada pemisahan komplit satu atau dua sisi bibir memanjang dari bibir ke hidung.

Sedangkan Labiopalatoschisis/CBL/Celah Bibir dan Langitan/Cleft Lips and Palate adalah celah yang melibatkan bibir dan palatum, baik saru sisi maupun dua sisi.

Bibir sumbing (labioschizis) biasanya timbul sebagai cacat bawaansejak lahir. Kelainan ini terjadi akibat gangguan dalam proses penyatuan bibir atas pada masa embrio awal.

Bibir sumbing yang ringan hanya tampak sebagai celah kecil di atasbibir atas dan tak terlihat jelas. Sumbing yang berat dapat terjadi dikedua sisi bibir atas dan membentuk celah sampai ke lubang hidung dan langit-langit ( labiopalatoschizis).

Keadaan ini jelas mengganggu proses menghisap dan menelan, juga memudahkan terjadinya infeksi saluran pernapasan. Karena itu, bibir sumbing berat perlu dioperasi untuk mengoreksi kelainan.
Di Indonesia, jumlah tertinggi penderita kelainan ini terbanyak di
Nusa Tenggara Timur yaitu enam sampai sembilan orang per 1.000 penduduk. Jumlah ini sangat tinggi bila dibanding kasus di internasional yang hanya satu sampai dua orang per 1.000 penduduk.
Penyebab utama bibir sumbing karena kekurangan seng dan karena kawin dengan kerabat. Bagi tubuh, seng sangat dibutuhkan enzim tubuh. Walau yang diperlukan sedikit, tapi jika kekurangan, berbahaya. Makanan yang mengandung seng antara lain daging, sayur-sayuran, dan air. Di NTT,
airnya bahkan tak mengandung seng sama sekali. Soal kawin antar kerabat atau saudara memang jadi pemicu munculnya penyakit generatif (keturunan) yang sebelumnya resesif.Penelitianepidemiologi untuk pencegahan terjadinya bibir sumbing masih sedikit namun teknik bedah untuk mengobatinya banyak dilakukan.


1.2 Patofisiologi

Penyebab terjadinya labioschisis atau labiopalatoschisis belum diketahui dengan pasti. Kebanyakan ilmuwan berpendapat bahwa labioschisis muncul sebagai akibat dari kombinasi faktor genetik dan factor-faktor lingkungan. Di Amerika Serikat dan bagian barat Eropa, para peneliti melaporkan bahwa 40% orang yang mempunyai riwayat keluarga labioschisis akan mengalami labioschisis.

Kemungkinan seorang bayi dilahirkan dengan labioschisis meningkat bila keturunan garis pertama (ibu, ayah, saudara kandung) mempunyai riwayat labioschisis. Ibu yang mengkonsumsi alcohol dan narkotika, kekurangan vitamin (terutama asam folat) selama trimester pertama kehamilan, atau menderita diabetes akan lebih cenderung melahirkan bayi/ anak dengan labioschisis.
Menurut Mansjoer dan kawan-kawan, hipotesis yang diajukan antara lain:
Ø Insufisiensi zat untuk tumbuh kembang organ selama masa embrional dalam hal kuantitas (pada gangguan sirkulasi feto-maternal) dan kualitas (defisiensi asam folat, vitamin C, dan Zn)
Ø Penggunaan obat teratologik, termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal
Ø Infeksi, terutama pada infeksi toxoplasma dan klamidia.
Ø Faktor genetik
Kelainan ini terjadi pada trimester pertama kehamilan, prosesnya karena tidak terbentuknya mesoderm pada daerah tersebut sehingga bagian yang telah menyatu (prosesus nasalis dan maksilaris) pecah kembali.
Pada hewan percobaan vitamin A dikenal sebagai "teratogen universal". Namun kemungkinan teratogenitas pada manusia yang mengkonsumsi suplemen vitamin A masih kontroversi.(35)
Vitamin B-6 memiliki peran vital dalam metabolisme asam amino. Defisiensi vitamin B-6 tunggal telah terbukti dapat menyebabkan langit-langit mulut sumbing dan kelainan defek lahior lainnya pada tikus percobaan. Dan Miller (1972) menunjukkan bahwa pemberian vitamin B-6 dapat mencegah terjadinya celah orofasial.

Salah satu penyebab terjadinya celah orofasial ialah heterogenitas, sebanyak sekitar 20% menyertai sindrom yang disebabkan mutasi yang spesifik. Namun juga terjadinya celah orofasil juga berhubungan dengan asam folat dan multivitamin lainnya. Beberapa mungkin memiliki etiologi karena asam folat namun sebagian lagi tidak, sehingga menyulitkan untuk mencari efeknya

2.3 Tanda dan Gejala

Tanda-tanda dan Gejala penderita Labiopschisis dan Labiopalatopschisis berupa:
- pemisahan bibir
- pemisahan langit-langit
- pemisahan bibir dan langit-langit
- distorsi hidung
- infeksi telinga berulang
- berat badan tidak bertambah
- regurgitasi nasal ketika menyusu (air susu keluardari lubang
hidung).



2.4 Komplikasi

- Masalah asupan makanan
Merupakan masalah pertama yang terjadi pada bayi penderita labioschisis. Adanya labioschisis memberikan kesulitan pada bayi untuk melakukan hisapan pada payudara ibu atau dot. Tekanan lembut pada pipi bayi dengan labioschisis mungkin dapat meningkatkan kemampuan hisapan oral. Keadaan tambahan yang ditemukan adalah reflex hisap dan reflek menelan pada bayi dengan labioschisis tidak sebaik bayi normal, dan bayi dapat menghisap lebih banyak udara pada saat menyusu. Memegang bayi dengan posisi tegak lurus mungkin dapat membantu proses menyusu bayi. Menepuk-nepuk punggung bayi secara berkala juga daapt membantu. Bayi yang hanya menderita labioschisis atau dengan celah kecil pada palatum biasanya dapat menyusui, namun pada bayi dengan labioplatoschisis biasanya membutuhkan penggunaan dot khusus. Dot khusus (cairan dalam dot ini dapat keluar dengan tenaga hisapan kecil) ini dibuat untuk bayi dengan labio-palatoschisis dan bayi dengan masalah pemberian makan/ asupan makanan tertentu.
Gambar 2.1 Klasifikasi Labioschisis. (32)
- Masalah Dental
Anak yang lahir dengan labioschisis mungkin mempunyai masalah tertentu yang berhubungan dengan kehilangan, malformasi, dan malposisi dari gigi geligi pada arean dari celah bibir yang terbentuk.
- Infeksi telinga
Anak dengan labio-palatoschisis lebih mudah untuk menderita infeksi telinga karena terdapatnya abnormalitas perkembangan dari otot-otot yang mengontrol pembukaan dan penutupan tuba eustachius.
- Gangguan berbicara
Pada bayi dengan labio-palatoschisis biasanya juga memiliki abnormalitas pada perkembangan otot-otot yang mengurus palatum mole. Saat palatum mole tidak dapat menutup ruang/ rongga nasal pada saat bicara, maka didapatkan suara dengan kualitas nada yang lebih tinggi (hypernasal quality of 6 speech). Meskipun telah dilakukan reparasi palatum, kemampuan otot-otot tersebut diatas untuk menutup ruang/ rongga nasal pada saat bicara mungkin tidak dapat kembali sepenuhnya normal. Penderita celah palatum memiliki kesulitan bicara, sebagian karena palatum lunak cenderung pendek dan kurang dapat bergerak sehingga selama berbicara udara keluar dari hidung. (30) Anak mungkin mempunyai kesulitan untuk menproduksi suara/ kata "p, b, d, t, h, k, g, s, sh, dan ch", dan terapi bicara (speech therapy) biasanya sangat membantu.

2.5 Penatalaksanaan

Idealnya, anak dengan labioschisis ditatalaksana oleh “tim labio-palatoschisis” yang terdiri dari spesialistik bedah, maksilofasial, terapis bicara dan bahasa, dokter gigi, ortodonsi, psikoloog, dan perawat spesialis. Perawatan dan dukungan pada bayi dan keluarganya diberikan sejak bayi tersebut lahir sampai berhenti tumbuh pada usia kira-kira 18 tahun. Tindakan pembedahan dapat dilakukan pada saat usia anak 3 bulan. (5)
Ada tiga tahap penatalaksanaan labioschisis yaitu : (24)
1. Tahap sebelum operasi
Pada tahap sebelum operasi yang dipersiapkan adalah ketahanan tubuh bayi menerima tindakan operasi, asupan gizi yang cukup dilihat dari keseimbangan berat badan yang dicapai dan usia yang memadai. Patokan yang biasa dipakai adalah rule of ten meliputi berat badan lebih dari 10 pounds atau sekitar 4-5 kg , Hb lebih dari 10 gr % dan usia lebih dari 10 minggu , jika bayi belum mencapai rule of ten ada beberapa nasehat yang harus diberikan pada orang tua agar kelainan dan komplikasi yang terjadi tidak bertambah parah. Misalnya memberi minum harus dengan dot khusus dimana ketika dot dibalik susu dapat memancar keluar sendiri dengan jumlah yang optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat bayi tersedak atau terlalu kecil sehingga
membuat asupan gizi menjadi tidak cukup, jika dot dengan besar lubang khusus ini tidak tersedia bayi cukup diberi minum dengan bantuan sendok secara perlahan dalam posisi setengah duduk atau tegak untuk menghindari masuknya susu melewati langit-langit yang terbelah.
Selain itu celah pada bibir harus direkatkan dengan menggunakan plester khusus non alergenik untuk menjaga agar celah pada bibir menjadi tidak terlalu jauh akibat proses tumbuh kembang yang menyebabkan menonjolnya gusi kearah depan (protrusio pre maxilla) akibat dorongan lidah pada prolabium , karena jika hal ini terjadi tindakan koreksi pada saat operasi akan menjadi sulit dan secara kosmetika hasil akhir yang didapat tidak sempurna. Plester non alergenik tadi harus tetap direkatkan sampai waktu operasi tiba. (24)
2. Tahap sewaktu operasi
Tahapan selanjutnya adalah tahapan operasi, pada saat ini yang diperhatikan adalah soal kesiapan tubuh si bayi menerima perlakuan operasi, hal ini hanya bisa diputuskan oleh seorang ahli bedah Usia optimal untuk operasi bibir sumbing (labioplasty) adalah usia 3 bulan. Usia ini dipilih mengingat pengucapan bahasa bibir dimulai pada usia 5-6 bulan sehingga jika koreksi pada bibir lebih dari usia tersebut maka pengucapan huruf bibir sudah terlanjur salah sehingga kalau dilakukan operasi pengucapan huruf bibir tetap menjadi kurang sempurna.
Operasi untuk langit-langit (palatoplasty) optimal pada usia 18 – 20 bulan mengingat anak aktif bicara usia 2 tahun dan sebelum anak masuk sekolah. Palatoplasty dilakukan sedini mungkin (15-24 bulan) sebelum anak mulai bicara lengkap sehingga pusat bicara di otak belum membentuk cara bicara. Kalau operasi dikerjakan terlambat, sering hasil operasi dalam hal kemampuan mengeluarkan suara normal atau tidak sengau sulit dicapai. (19) Operasi yang dilakukan sesudah usia 2 tahun harus diikuti dengan tindakan speech teraphy karena jika tidak, setelah operasi suara sengau pada saat bicara tetap terjadi karena anak sudah terbiasa melafalkan suara yang salah, sudah ada mekanisme kompensasi memposisikan lidah pada posisi yang salah. Bila gusi juga terbelah (gnatoschizis) kelainannya menjadi labiognatopalatoschizis, koreksi untuk gusi dilakukan pada saat usia 8–9 tahun bekerja sama dengan dokter gigi ahli ortodonsi.(24)
Gambar 2.2 Reparasi labioschisis (labioplasti). (A and B) pemotongan sudut celah pada bibir dan hidung. (C) bagian bawah nostril disatukan dengan sutura. (D) bagian atas bibir disatukan, dan (E) jahitan memanjang sampai kebawah untuk menutup celah secara keseluruhan. (33)
3. Tahap setelah operasi.
Tahap selanjutnya adalah tahap setelah operasi, penatalaksanaanya tergantung dari tiap-tiap jenis operasi yang dilakukan, biasanya dokter bedah yang menangani akan memberikan instruksi pada orang tua pasien misalnya setelah operasi bibir sumbing luka bekas operasi dibiarkan terbuka dan tetap menggunakan sendok atau dot khusus untuk memberikan minum bayi. Banyaknya penderita bibir sumbing yang datang ketika usia sudah melebihi batas usia optimal untuk operasi membuat operasi hanya untuk keperluan kosmetika saja sedangkan secara fisiologis tidak tercapai, fungsi bicara tetap terganggu seperti sengau dan lafalisasi beberapa huruf tetap tidak sempurna, tindakan speech teraphy pun tidak banyak bermanfaat.

Selasa, 23 November 2010

Contoh Makalah Fimosis

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang
Pada akhir tahun pertama kehidupan, retraksi kulit preputium ke belakang sulkus. Glandularis hanya dapat dilakukan pada sekitar 50% anak laki-laki, hal ini meningkat menjadi 89% pada saat usia tiga tahun. Insidens fimosis adalah sebesar 8% pada usia 6 sampai 7 tahun dan 1% pada laki-laki usia 16 sampai 18 tahun. Pada pria yang lebih tua, fimosis bisa terjadi akibat iritasi menzhun. Fimosis bisa mempengaruhi proses berkemih dan aktivitas seksual. Biasanya keadaan ini diatasi dengan melakukan penyunatan (sirkumsisi). Suatu penelitian lain juga mendapatkan bahwa hanya 4% bayi yang seluruh kulit preputiumnya dapat ditarik ke belakang penis pada saat lahir, namun mencapai 90% pada saat usia 3 tahun dan hanya 1% laki-laki berusia 17 tahun yang masih mengalami fimosis kongenital. Walaupun demikian, penelitian lain mendapatkan hanya 20% dari 200 anak laki-laki berusia 5-13 tahun yang seluruh kulit preputiumnya dapat ditarik ke belakang penis.

Fimosis, baik merupakan bawaan sejak lahir (kongenital) maupun didapat, merupakan kondisi dimana kulit yang melingkupi kepala penis (glans penis) tidak bisa ditarik ke belakang untuk membuka seluruh bagian kepala penis. Kulit yang melingkupi kepala penis tersebut juga dikenal dengan istilah kulup, prepuce, preputium, atau foreskin. Preputium terdiri dari dua lapis, bagian dalam dan luar, sehingga dapat ditarik ke depan dan belakang pada batang penis. Pada fimosis, lapis bagian dalam preputium melekat pada glans penis. Kadangkala perlekatan cukup luas sehingga hanya bagian lubang untuk berkemih (meatus urethra externus) yang terbuka.

I.2. Tujuan Penulisan
1.Tujuan Umum:
Mengetahui bagaimana Asuhan Keperawatan pada anak dengan penyakit fimosis
2. Tujuan Khusus :
a. Mengetahui pengkajian pada penyakit fimosis
b. Mengetahui pengertian pada penyakit fimosis
c. Mengetahui Etiologi, gejala, tindakan yang tepat untuk mengatasi fimosis
d. Mengetahui evaluasi yang di harapkan


BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Fimosis adalah penyempitan pada prepusium. Kelainan ini juga menyebabkan bayi/anak sukar berkemih. Kadang-kadang begitu sukar sehingga kulit prepusium menggelembung seperti balon. Bayi/anak sering menangis keras sebelum urine keluar.
Fimosis didapat (fimosis patologik, fimosis yang sebenarnya, true phimosis) timbul kemudian setelah lahir. Hal ini berkaitan dengan kebersihan (higiene) alat kelamin yang buruk, peradangan kronik glans penis dan kulit preputium (balanoposthitis kronik), atau penarikan berlebihan kulit preputium (forceful retraction) pada fimosis kongenital yang akan menyebabkan pembentukkan jaringan ikat (fibrosis) dekat bagian kulit preputium yang membuka.
2.2 Patofisiologi
Fimosis dialami oleh sebagian besar bayi baru lahir karena terdapat adesi alamiah antara preputium dengan glans penis. Hingga usia 3-4 tahun penis tumbuh dan berkembang dan debris yang dihasilkan oleh epitel preputium (smegma) mengumpul didalam preputium dan perlahan-lahan memisahkan preputium dari glans penis. Ereksi penis yang terjadi secara berkala membuat preputium terdilatasi perlahan-lahan sehingga preputium menjadi retraktil dan dapat ditarik ke proksimal.

Fimosis pada bayi laki-laki yang baru lahir terjadi karena ruang di antara kutup dan penis tidak berkembang dengan baik. Kondisi ini menyebabkan kulup menjadi melekat pada kepala penis, sehingga sulit ditarik ke arah pangkal. Penyebabnya bisa dari bawaan dari lahir, atau didapat, misalnya karena infeksi atau benturan.

2.3 Tanda dan Gejala

1.Penis membesar dan menggelembung akibat tumpukan urin
2.Kadang-kadang keluhan dapat berupa ujung kemaluan menggembung saat mulai buang air
kecil yang kemudian menghilang setelah berkemih. Hal tersebut disebabkan oleh karena urin yang keluar terlebih dahulu tertahan dalam ruangan yang dibatasi oleh kulit pada ujung penis sebelum keluar melalui muaranya yang sempit.
3.Biasanya bayi menangis dan mengejan saat buang air kecil karena timbul rasa sakit.
4.Kulit penis tak bisa ditarik kea rah pangkal ketika akan dibersihkan
5.Air seni keluar tidak lancar. Kadang-kadang menetes dan kadang-kadang memancar dengan arah yang tidak dapat diduga
6.Bisa juga disertai demam
7.Iritasi pada penis.


2.4 Komplikasi
1. Ketidaknyamanan/nyeri saat berkemih
2. Akumulasi sekret dan smegma di bawah preputium yang kemudian terkena infeksi sekunder dan akhirnya terbentuk jaringan parut.
3. Pada kasus yang berat dapat menimbulkan retensi urin.
4. Penarikan preputium secara paksa dapat berakibat kontriksi dengan rasa nyeri dan pembengkakan glans penis yang disebut parafimosis.
5. Pembengkakan/radang pada ujung kemaluan yang disebut ballonitis.
6. Timbul infeksi pada saluran air seni (ureter) kiri dan kanan, kemudian menimbulkan kerusakan pada ginjal.
7. Fimosis merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kanker penis.

2.5 Penatalaksanaan

Fimosis didapat (fimosis patologik, fimosis yang sebenarnya, true phimosis) timbu! kemudian setelah lahir. Hal ini berkaitan dengan kebersihan (higiene) alat kelamin yang buruk, peradangan kronik gtans penis dan kulit preputium (balanoposthitis kronik), atau penarikan berlebihan kulit preputium (forceful retraction) pada fimosis kongenital yang akan menyebabkan pembentukkan jaringan ikat (fibrosis) dekat bagian kulit preputiurn yang membuka. Fimosis kongenital seringkali menimbulkan fenomena ballooning, yakni kulit preputium mengembang saat berkemih karena desakan pancaran air seni tidak diimbangi besarnya tubang di ujung preputium. Fenomena ini akan hilang dengan sendirinya, dan tanpa adanya fimosis patologik, tidak selalu menunjukkan adanya hambatan (obstruks) air seni. Selama tidak terdapat hambatan aliran air seni, buang air kecil berdarah (hematuria), atau nyeri preputium, fimosis bukan merupakan kasus gawat darurat.

Fimosis kongenital seyogyanya dibiarkan saja, kecuali bila terdapat alasan agama dan/atau sosial untuk disirkumsisi. Hanva diperlukan penjelasan dan pengertian mengenai fimosis kongenital yang memang normal dan lazim terjadi pada masa kanak-kanak serta menjaga kebersihan alat kelamin dengan secara rutin membersihkannya tanpa penarikan kulit preputium secara berlebihan ke belakang batang penis dan mengembalikan kembali kulit preputium ke depan batang penis setiap selesai membersihkan. Upaya untuk membersihkan alat kelamin dengan menarik kulit preputium secara berlebihan ke belakang sangat berbahaya karena dapat menyebabkan luka, fimosis didapat, bahkan parafimosis. Seiring dengan berjalannya waktu, perlekatan antara lapis bagian dalam kulit preputium dan glans penis akan lepas dengan sendirinya. Walaupun demikian, jika fimosis menyebabkan hambatan aliran air seni, dipertukan tindakan sirkumsisi (membuang sebagian atau seluruh bagian kulit preputium) atau teknik bedah plastlk lainnya seperti preputioplasty (memperlebar bukaan kulit preputiurn tanpa memotongnya). Indikasi medis utama dilakukannya tindakan siricumsisi pada anak-anak adalah fimosis patotogik.

Terapi fimosis pada anak-anak tergantung pada pilihan orang tua dan dapat berupa sirkumsisi plastik atau sirkumsisi radikal setelah usia dua tahun. Pada kasus dengan komplikasi, seperti infeksi saluran kemih berulang atau balloting kulit prepusium saat miksi, sirkumsisi harus segera dilakukan tanpa memperhitungkan usia pasien. Tujuan sirkumsisi plastik adalah untuk memperluas lingkaran kulit prepusium saat retraksi komplit dengan mempertahankan kulit prepusium secara kosmetik. Pada saat yang sama, periengketan dibebaskan dan dilakukan frenulotomi dengan ligasi arteri frenular jika terdapat frenulum breve. Sirkumsisi neonatal rutin untuk mencegah karsinoma penis tidak dianjurkan. Kontraindikasi operasi adalah infeksi tokal akut dan anomali kongenital dari penis.

Sebagai pilihan terapi konservatif dapat diberikan salep kortikoid (0,05-0,1%) dua kali sehari selama 20-30 hari Terapi ini tidak dianjurkan untuk bayi dan anak-anak yang masih memakai popok, tetapi dapat dipertimbangkan untuk usia sekitar tiga tahun.
Cara menjaga kebersihan pada fimosis 1. Bokong
Area ini mudah terkena masalah, karena sering terpapar dengan popok basah dan terkena macam-macam iritasi dari bahan kimia serta mikroorganisme penyebab infeksi air kemih/tinja, maupun gesekan dengan popok atau baju. Biasanya akan timbul gatal-gatal dan merah di sekitar bokong. Meski tak semua bayi mengalaminya, tapi pada beberapa bayi, gatal-gatal dan merah di bokong cenderung berulang timbul. Tindak pencegahan yang penting ialah mempertahankan area ini tetap kering dan bersih.
Tindakan yang sebaiknya dilakukan:
1. Jangan gunakan diapers sepanjang hari. Cukup saat tidur malam atau bepergian.
2. Jangan ganti-ganti merek diapers. Gunakan hanya satu merek yang cocok untuk bayi Anda.
3. Lebih baik gunakan popok kain. Jika terpaksa memakai diapers, kendurkan bagian paha untuk ventilasi dan seringlah menggantinya (tiap kali ia habis buang air kecil/besar).
4. Tak ada salahnya sesekali membiarkan bokongnya terbuka. Jika perlu, biarkan ia tidur dengan bokong terbuka. Pastikan suhu ruangan cukup hangat sehingga ia tak kedinginan.
5. Jika peradangan kulit karena popok pada bayi Anda tak membaik dalam 1-2 hari atau bila timbul lecet atau bintil-bintil kecil, hubungi dokter .
2. Penis
a. Sebaiknya setelah BAK penis dibersihkan dengan air hangat, menggunakan kasa. Membersihkannya sampai selangkang. Jangan digosok-gosok. Cukup diusap dari atas ke bawah, dengan cara satu arah sehingga bisa bersih dan yang kotor bisa hilang.
b. Setiap selesai BAK, popok selalu diganti agar kondisi penis tidak iritasi.
c. Setelah BAK penis jangan dibersihkan dengan sabun yang banyak karena bisa menyebabkan iritasi.

BAB III
TINJAUAN KASUS

Contoh Makalah Infeksi pada BBL

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Berdasarkan perkiraan World Health Organitation (WHO) hampir semua (98%) dari lima juta kematian neonatal terjadi di negara berkembang. Lebih dari dua pertiga kematian itu terjadi pada periode neonatal dini dan 42% kematian neonatal disebabkan infeksi seperti: sepsis, tetanus neonatorum, meningitis, pneumonia, dan diare. (Imral chair, 2007)
Laporan WHO tahun 2005 angka kematian bayi baru lahir di Indonesia adalah 20 per 1000 kelahiran hidup. Jika angka kelahiran hidup di Indonesia sekitar 5 juta per tahun dan angka kematian bayi 20 per 1000 kelahiran hidup, berarti sama halnya dengan setiap hari 246 bayi meninggal, setiap satu jam 10 bayi Indonesia meninggal, jadi setiap enam menit satu bayi Indonesia meninggal. (Roesli Utami, 2008) Menurut DEPKES RI angka kematian sepsis neonatorum cukup tinggi 13-50% dari angka kematian bayi baru lahir. Masalah yang sering timbul sebagai komplikasi sepsis neonatorum adalah meningitis, kejang, hipotermi, hiperbilirubinemia, gangguan nafas, dan minum.(Depkes, 2007)
Di negara berkembang termasuk Indonesia, tingginya angka morbiditas dan mortalitas Bayi Baru Lahir Rendah (BBLR) masih menjadi masalah utama. Penyebab utama mortalitas BBLR di negara berkembang adalah asfiksia, sindrom gangguan nafas, infeksi, serta komplikasi hipotermi. Di Indonesia sekitar 70% persalinan terjadi di pedesaan dan di tolong oleh dukun bayi, mungkin pula ditolong oleh mertua, anggota keluarga yang lain atau tetangga. Faktor utama yang memberikan peluang terjadinya kematian neonatus di rumah adalah kegagalan untuk mengenal faktor resiko tinggi pada kehamilan, persalinan, periode neonatus dan tidak merujuk pada saat yang tepat. Upaya perawatan BBLR dengan praktek “metode botol panas dan bedong” serta praktek tradisional lainnya yang bersifat pendekatan supernatural, terbukti tidak dapat membantu bahkan seringkali memberikan dampak buruk terhadap kondisi fisik bayi, seperti kasus luka bakar akibat teknologi pemanasan dengan lampu petromaks. (Bangun lubis, 2008) Menurut dr. Imral Chair SpA(K) dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan ketua I Perkumpulan Perinatologi Indonesia (Perinsia) dalam seminar “Orientasi Metode Kanguru” yang diselenggarakan Forum Promosi Kesehatan Indonesia, bayi premature maupun bayi cukup bulan yang lahir dengan berat badan rendah, terutama di bawah 2000 gram, terancam kematian akibat hipotermi yaitu penurunan suhu badan di bawah 36,50c disamping asfiksia dan infeksi. (Imral Chair,2007)
Untuk mengetahui kematian perinatal diperlukan tindakan bedah mayat, karena bedah mayat sangat susah dilakukan di Indonesia maka kematian janin dan neonatus hanya didasarkan pada pemeriksaan klinik laboratorium. Dengan dasar pemeriksaan itu, sebab utama kematian perinatal di rumah sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta adalah infeksi, asfiksia neonatorum, trauma, kelahiran, cacat bawaan, penyakit yang berhubungan prematuritas, immaturitas, dan lain-lain. (Sarwono, 2002)
Infeksi pada neonatus merupakan sebab yang penting terhadap terjadinya morbiditas dan mortalitas selama periode ini. Lebih kurang 2% janin dapat terinfeksi in utero dan 10% bayi baru lahir terinfeksi selama persalinan atau dalam bulan pertama kehidupan. (Rachma, 2005)
Angka kejadian sepsis neonatorum masih cukup tinggi dan merupakan penyebab kematian utama pada neonatus. Hal ini dikarenakan neonatus rentan terhadap infeksi.
Kerentanan neonatus terhadap infeksi dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain kulit dan selaput lendir yang tipis dan mudah rusak, kemampuan fagositosis dan leukosit immunitas masih rendah. Immunoglobulin yang kurang efisien dan luka umbilikus yang belum sembuh. Bayi dengan BBLR lebih mudah terkena sepsis neonatorum. Tindakan invasif yang dialami neonatus juga meningkatkan resiko terjadinya infeksi nasokomial. (Surasmi, 2003)
Infeksi pada Bayi Baru Lahir (BBL) sering sekali menjalar ke infeksi umum sehingga gejala umum tidak menonjol lagi. Beberapa gejala tingkah laku BBL tersebut di atas adalah malas minum, gelisah atau mungkin tampak letargi, frekuensi pernafasan meningkat, berat badan tiba-tiba menurun, muntah dan diare.

I.2. Tujuan Penulisan
1.Tujuan Umum:
Mengetahui bagaimana Asuhan Keperawatan Infeksi pada Bayi Baru Lahir
2. Tujuan Khusus :
a. Mengetahui pengkajian Infeksi pada Bayi Baru Lahir
b. Mengetahui pengertian Infeksi pada Bayi Baru Lahir
c. Mengetahui Etiologi, gejala, tindakan yang tepat untuk mengatasi Infeksi pada Bayi Baru Lahir
d. Mengetahui evaluasi yang di harapkan


BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Inkfesi Neonatorum atau Sepsis adalah infeksi bakteri umum generalisata yang biasanya terjadi pada bulan pertama kehidupan. yang menyebar ke seluruh tubuh bayi baru lahir.
Sepsis adalah sindrom yang dikarakteristikan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala infeksi yang parah yang dapat berkembang ke arah septisemia dan syok septik. (Doenges, Marylyn E. 2000, hal 871).
Septisemia menunjukkan munculnya infeksi sistemik pada darah yang disebabkan oleh penggandaan mikroorganisme secara cepat dan zat-zat racunnya yang dapat mengakibatkan perubahan psikologis yang sangat besar.
Sepsis merupakan respon tubuh terhadap infeksi yang menyebar melalui darah dan jaringan lain. Sepsis terjadi pada kurang dari 1% bayi baru lahir tetapi merupakan penyebab dari 30% kematian pada bayi baru lahir. Infeksi bakteri 5 kali lebih sering terjadi pada bayi baru lahir yang berat badannya kurang dari 2,75 kg dan 2 kali lebih sering menyerang bayi laki-laki
Pada lebih dari 50% kasus, sepsis mulai timbul dalam waktu 6 jam setelah bayi lahir, tetapi kebanyakan muncul dalam waktu 72 jam setelah lahir.Sepsis yang baru timbul dalam waktu 4 hari atau lebih kemungkinan disebabkan oleh infeksi nasokomial (infeksi yang didapat di rumah sakit).
Pembagian Inkfesi:
1. Inkfesi dini
terjadi 7 hari pertama kehidupan.
Karakteristik : sumber organisme pada saluran genital ibu dan atau cairan amnion,
biasanya fulminan dengan angka mortalitas tinggi.
2. Inkfesi lanjutan/nosokomial
yaitu terjadi setelah minggu pertama kehidupan dan didapat dari lingkungan pasca lahir.
Karakteristik : Didapat dari kontak langsung atau tak langsung dengan organisme yang
ditemukan dari lingkungan tempat perawatan bayi, sering mengalami komplikasi.



2.2 Patofisiologi
Sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi sistemik. Pelepasan endotoksin oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi miokardium, perubahan ambilan dan penggunaan oksigen, terhambatnya fungsi mitokondria, dan kekacauan metabolik yang progresif. Pada sepsis yang tiba-tiba dan berat, complement cascade menimbulkan banyak kematian dan kerusakan sel. Akibatnya adalah penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik, dan syok, yang mengakibatkan disseminated intravaskuler coagulation (DIC) dan kematian
Faktor- factor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi secara umum berasal dari tiga
kelompok, yaitu :
1. Faktor Maternal
a. Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang. Mempengaruhi kecenderungan terjadinya infeksi dengan alasan yang tidak diketahui sepenuhnya. Ibu yang berstatus sosio- ekonomi rendah mungkin nutrisinya buruk dan tempat tinggalnya padat dan tidak higienis. Bayi kulit hitam lebih banyak mengalami infeksi dari pada bayi berkulit putih.
b. Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan umur ibu (kurang dari 20 tahun atua lebih dari 30 tahun
c. Kurangnya perawatan prenatal.
d. Ketuban pecah dini (KPD)
e. Prosedur selama persalinan.

2. Faktor Neonatatal
a. Prematurius ( berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan faktor resiko utama untuk sepsis neonatal. Umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih rendah dari pada bayi cukup bulan. Transpor imunuglobulin melalui plasenta terutama terjadi pada paruh terakhir trimester ketiga. Setelah lahir, konsentrasi imunoglobulin serum terus menurun, menyebabkan hipigamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit juga melemahkan pertahanan kulit.
b. Defisiensi imun. Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik, khususnya terhadap streptokokus atau Haemophilus influenza. IgG dan IgA tidak melewati plasenta dan hampir tidak terdeteksi dalam darah tali pusat. Dengan adanya hal tersebut, aktifitas lintasan komplemen terlambat, dan C3 serta faktor B tidak diproduksi sebagai respon terhadap lipopolisakarida. Kombinasi antara defisiensi imun dan penurunan antibodi total dan spesifik, bersama dengan penurunan fibronektin, menyebabkan sebagian besar penurunan aktivitas opsonisasi.
c. Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens sepsis pada bayi laki- laki empat kali lebih
besar dari pada bayi perempuan.

3. Faktor Lingkungan
a. Pada defisiensi imun bayi cenderung mudah sakit sehingga sering memerlukan prosedur invasif, dan memerlukan waktu perawatan di rumah sakit lebih lama. Penggunaan kateter vena/ arteri maupun kateter nutrisi parenteral merupakan tempat masuk bagi mikroorganisme pada kulit yang luka. Bayi juga mungkin terinfeksi akibat alat yang terkontaminasi.
b. Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bis menimbulkan resiko pada neonatus yang melebihi resiko penggunaan antibiotik spektrum luas, sehingga menyebabkan kolonisasi spektrum luas, sehingga menyebabkan resisten berlipat ganda.
c. Kadang- kadang di ruang perawatan terhadap epidemi penyebaran mikroorganisme
yang berasal dari petugas ( infeksi nosokomial), paling sering akibat kontak tangan.
d. Pada bayi yang minum ASI, spesiesLactbacillus danE.colli ditemukan dalam
tinjanya, sedangkan bayi yang minum susu formula hanya didominasi olehE.col li.

Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui beberapa
cara yaitu :
a. Pada masa antenatal atau sebelum lahir pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilicus masuk kedalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang dapat menembus plasenta, antara lain virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat
melalui jalur ini antara lain malaria, sifilis dan toksoplasma.
b. Pada masa intranatal atau saat persalinan infeksi saat persalinan terjadi karena kuman yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai kiroin dan amnion akibatnya, terjadi amnionitis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilkus masuk ke tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi dapat terinhalasi oleh bayi dan masuk ke traktus digestivus dan traktus respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut. Selain melalui cara tersebut diatas infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau “port de entre” lain saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman (mis. Herpes genitalis, candida albican dan gonorrea).
c. Infeksi pascanatal atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari lingkungan diluar rahim (mis, melalui alat-alat; pengisap lendir, selang endotrakea, infus, selang nasagastrik, botol minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi dapat menyebabkan terjadinya infeksi nasokomial.

2.3 Tanda dan Gejala

a. Umum : panas, hipotermi, tampak tidak sehat, malas minum, letargi, sklerema
b. Saluran cerna : distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare, hepatomegali
c. Saluran napas : apnea, dispnea, takipnea, retraksi, napas cuping hidung, merintih,
sianosis.
d. Sistem kardiovaskuler : pucat, sianosis, kulit marmorata, kulit lembab, hipotensi,
takikardi, bradikardia.
e. Sistem saraf pusat : irritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, malas minum, pernapasan
tidak teratur, ubun-ubun menonjol,high-pitched cry
f. Hematologi : ikterus,splenomegali, pucat, petekie, purpura, pendarahan.
(Kapita selekta kedokteran Jilid II,Mansjoer Arief 2008)
Gejala sepsis yang terjadi pada neonatus antara lain bayi tampak lesu, tidak kuat menghisap, denyut jantungnya lambat dan suhu tubuhnya turun-naik. Gejala-gejala lainnya dapat berupa gangguan pernafasan, kejang, jaundice, muntah, diare, dan perut kembung
Gejala dari sepsis neonatorum juga tergantung kepada sumber infeksi dan
penyebarannya:
a. Infeksi pada tali pusar (omfalitis) menyebabkan keluarnya nanah atau darah dari pusar
b. Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak menyebabkan koma, kejang,
opistotonus (posisi tubuh melengkung ke depan) atau penonjolan pada ubun-ubun
c. Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya pergerakan pada lengan atau
tungkai yang terkena
d. Infeksi pada persendian menyebabkan pembengkakan, kemerahan, nyeri tekan dan sendi
yang terkena teraba hangat
e. Infeksi pada selaput perut (peritonitis) menyebabkan pembengkakan perut dan diare
berdarah


2.4 Komplikasi

1. Meningitis
2. Hipoglikemia, asidosis metabolik
3. Koagulopati, gagal ginjal, disfungsi miokard, perdarahan intrakranial
4. ikterus/kernikterus

2.5 Penatalaksanaan

1. Suportif
– Lakukan monitoring cairan elektrolit dan glukosa
– Berikan koreksi jika terjadi hipovolemia, hipokalsemia dan hipoglikemia
– Bila terjadi SIADH (Syndrome of Inappropriate Anti Diuretik Hormon) batasi cairan
– Atasi syok, hipoksia, dan asidosis metabolic.
– Awasi adanya hiperbilirubinemia
– Lakukan transfuse tukar bila perlu
– Pertimbangkan nurtisi parenteral bila pasien tidak dapat menerima nutrisi enteral.
2. Kausatif
Antibiotic diberikan sebelum kuman penyebab diketahui. Biasanya digunakan golongan Penicilin seperti Ampicillin ditambah Aminoglikosida seperti Gentamicin. Pada sepsis nasokomial, antibiotic diberikan dengan mempertimbangkan flora di ruang perawatan, namun sebagai terapi inisial biasanya diberikan vankomisin dan aminoglikosida atau sefalosforin generasi ketiga. Setelah didaapt hasil biakan dan uji sistematis diberikan antibiotic yang sesuai. Tetapi dilakukan selama 10-14 hari, bila terjadi Meningitis, antibiotic diberikan selama 14-21 hari dengan dosis sesuai untuk Meningitis.

Pada masa Antenatal
Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara berkala, imunisasi,
pengobatan terhadap penyakit infeksi yang diderita ibu, asupan gizi yang memadai,
penanganan segera terhadap keadaan yang dapat menurunkan kesehatan ibu dan janin.
Rujuk ke pusat kesehatan bila diperlukan.

Pada masa Persalinan
Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptik.

Pada masa pasca Persalinan
Rawat gabung bila bayi normal, pemberian ASI secepatnya, jaga lingkungan dan
peralatan tetap bersih, perawatan luka umbilikus secara steril.


BAB III
TINJAUAN KASUS

Senin, 22 November 2010

Contoh Makalah Cepalhematoma

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang
Cefalhematum biasanya disebabkan oleh cedera pada periosteum tengkorak selama persalianan dan kelahiran, meskipun dapat juga timbul tanpa trauma lahir. Sefalhematoma terjadi sangat lambat, sehingga tidak nampak adanya edema dan eritema pada kulit kepala. Insidennya adalah 2,5 %. Perdarahan dapat terjadi di satu atau kedua tulang parietal. Tepi periosteum membedakan cefalhematum dari caput sucsedeneum. Caput terdiri atas pembengkaakan local kulit kepala akibat edema yang terletak di atas periosteum. Selain itu, sefalhematum mungkin timbul beberapa jam setelah lahir, sering tumbuh semakin besar dan lenyap hanya setelah beberapa minggu atau beberapa bulan.

I.2. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui bagaimana memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan Cephalhematoma.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian cephalhematoma
b. Mengetahui faktor predisposisi cephalhematoma
c. Mengetahui tanda dan gejala cephalhematoma
d. Mengetahui pengkajian cephalhematoma
e. Mengetahui komplikasi cephalhematoma
f. Mengetahui Penatalaksanaan cephalhematoma




BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi

Cephal hematoma adalah perdarahan sub periosteal akibat kerusakan jaringan poriestum karena tarikan atau tekanan jalan lahir. Dan tidak pernah melampaui batas sutura garis tengah. Tulang tengkorak yang sering terkena adalah tulang temporal atau parietal ditemukan pada 0,5-2 % dari kelahiran hidup. (Menurut P.Sarwono.2002. Pelayanan Kesehatan Matemal dan Neonatal ; Bagus Ida Gede Manuaba. 1998; Prawiraharjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan)

2.2 Patofisiologi
Cephal hematoma terjadi akibat robeknya pembuluh darah yang melintasi tulang kepala ke jaringan poriosteum. Robeknya pembuluh darah ini dapat terjadi pada persalinan lama. Akibat pembuluh darah ini timbul timbunan darah di daerah sub periosteal yang dari luar terlihat benjolan.
1. Bagian kepala yang hematoma bisanya berwarna merah akibat adanya penumpukan daerah yang perdarahan sub periosteum.
( Menurut : FK. UNPAD. 1985. Obstetri Fisiologi Bandung )
Tanda-tanda dan gejala :
Berikut ini adalah tanda-tanda dan gejala Cephal hematoma:
1. Adanya fluktuasi
2. Adanya benjolan, biasanya baru tampak jelas setelah 2 jam setelah bayi lahir .
3. Adanya chepal hematoma timbul di daerah tulang parietal
Berupa benjolan timbunan kalsium dan sisa jaringan fibrosa yang masih teraba. Sebagian benjolan keras sampai umur 1-2 tahun.
( Menurut : Prawiraharjo, Sarwono.2002.Ilmu Kebidanan )

2.3 Tanda dan Gejala
1. Baru tampak 6-8 jam setelah lahir, besar, hilang 16-22 jam atau beberapa minggu kemudian.
2. Lunak, tetapi tidak leyok pada tekanan dan berfluktuasi.
3. Pembengkakan terbatas.
4. Tidak melewati sutura.
5. Tempatnya tetap.
6. Karena perdaraahan subperiosteum

2.4 Komplikasi
1. Ikterus
2. Anemia
3. Infeksi
4. Kalasifikasi mungkin bertahan selama > 1 tahun

2.5 Penatalaksanaan

Cephal hematoma umumnya tidak memerlukan perawatan khusus. Biasanya akan mengalami resolusi khusus sendiri dalam 2-8 minggu tergantung dari besar kecilnya benjolan. Namun apabila dicurigai adanya fraktur, kelainan ini akan agak lama menghilang (1-3 bulan) dibutuhkan penatalaksanaan khusus antara lain :
1. Menjaga kebersihan luka
2. Tidak boleh melakukan massase luka/benjolan Cephal hematoma
3. Pemberian vitamin K
Bayi dengan Cephal hematoma tidak boleh langsung disusui oleh ibunya karena Pergerakan dapat mengganggu pembuluh darah yang mulai pulih.

BAB III
TINJAUAN KASUS

Contoh Makalah Hemangioma

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang
Hemangioma merupakan tumor jinak pembuluh darah yang berproliferasi dari sel-sel endotelium pembuluh darah diikuti involusi terus menerus meyebabkan kelainan yang merupakan hasil dari anomali perkembangan pleksus vaskular. Hemangioma sering terjadi pada bayi yaitu 1,1% sampai 2,6% dan anak-anak yaitu 10% sampai 12%. Lesi ini lebih sering terjadi pada wanita dibanding pria dengan rasio 3:1. Lesi hemangioma tidak ada pada saat kelahiran. Mereka bermanifestasi pada bulan pertama kehidupan, menunjukkan fase proliferasi yang cepat dan perlahan-lahan berinvolusi menuju bentuk lesi yang sempurna.3,4
Sampai saat ini etiologi hemangioma masih belum jelas, ada banyak hipotesis yang menyatakan tentang etiologi hemangioma. Namun proses angiogenesis memegang peranan penting. Sitokin, seperti basic fibroblast growth factor (bFGF) dan vascular endothelial growth factor (VEGF) telah terbukti berhubungan dengan proses angiogenesis. Peningkatan kadar faktor angiogenesis tersebut dan atau berkurangnya kadar angiogenesis inhibitor seperti gamma interferon (Ύ-IF), tumor necrosis factor-beta (TNF-β) dan transforming growth factor-beta (TGF-β) diduga menjadi penyebab terjadinya hemangioma.

I.2. Tujuan Penulisan
A. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menerapkan pola pikir ilmiah dalam melaksanakan Asuhan Kebidanan pada Bayi penderita Hemangioma dan mendapatkan gambaran epidemiologi, distribusi, frekuensi, determinan, isu dan program penanganan penyakit Hemangioma

B. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengkajian pada penyakit Hemangioma
b. Mengetahui pengertian pada penyakit Hemangioma
c. Mengetahui Etiologi, gejala, tindakan yang tepat untuk mengatasi Hemangioma
d. Mengetahui evaluasi yang di harapkan

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Hemangioma adalah salah satu jenis kelainan pembuluh darah. Orang lebih mengenalnya sebagai tanda lahir, sebenarnya hemangioma adalah tumor pembuluh darah, tetapi tidak berbentuk benjolan. Hemangioma ini bisa dijumpai pada bayi baru lahir.

Hemangioma, sekitar 60 % berada di sekitar kepala dan leher. Sekitar 25 % berada di tubuh, dan 15 % terdapat di lengan atau kaki. Hemangioma juga bisa muncul di lapisan bawah kulit ataupun organ dalam tubuh, seperti hati, saluran pencernaan, dan otak.

Secara pasti, sampai saat ini belum diketahui apa yang menyebabkan hemangioma ini. Akan tetapi, penyakit ini lebih cenderung menyerang:
1. Hemangioma lebih sering terjadi pada perempuan daripada laki-laki.
2. Lebih sering terjadi pada anak kembar.
3. Lebih sering dijumpai pada ras Kaukasia daripada ras Asia atau Afrika
Beberapa klasifikasi telah digunakan untuk mengelompokkan berbagai bentuk hemangioma, tetapi tidak seluruhnya dijelaskan secara rinci. Pada tahun 1982 Mulliken dan Glowacki memperkenalkan skema klasifikasi hemangioma berdasarkan pemeriksaan fisik, sifat klinik dan selular dari lesi. Mereka membagi tumor vasoformatif ke dalam dua kategori yaitu hemangioma dan malformasi vaskular.
Secara umum para ahli mengklasifikasikan hemangioma menjadi tiga jenis yaitu (1) hemangioma kapiler, yang terdiri atas hemangioma kapiler pada anak (nevus vasculosus, strawberry nevus), granuloma piogenik, dan cherry-spot. (2) hemangioma kavernosum dan (3) hemangioma campuran. Malformasi vaskular lebih lanjut terbagi menjadi malformasi arterial, venous, kapilari, dan malformasi limfatik.
Neville dkk, mengklasifikasikan hemangioma menjadi hemangioma kapiler, hemangioma juvenile, hemangioma kavernosa dan hemangioma arterivenosa. Hemangioma kapiler merupakan yang paling sering ditemukan, karena warnanya disebut juga hemangioma stroberi. Hemangioma juvenile lebih sering ditemukan pada daerah parotis, hemangioma kavernosa umumnya diameternya lebih besar serta melibatkan struktur yang lebih dalam. Hemangioma arterivenosa merupakan suatu keadaan dimana terjadi hubungan yang abnormal antara arteri dan vena.
Sebuah klasifikasi sederhana yang dibuat oleh Watson dan McCarty berdasarkan 1308 jenis tumor pembuluh darah yaitu hemangioma kapiler, hemangioma kavernous, hemangioma hipertrophik/angioblastik, hemangioma recemose, hemangioma sistemik difus, hemangioma metastase (menyebar), nevus vinosus atau port-wine stain, dan telangiektasia hemoragik herediter. Lesi pada hampir seluruh kasus hemangioma muncul saat bayi baru lahir dan meningkat pada tahun pertama. Menurut laporan Watson dan McCarthy, 85% dari 1308 lesi telah terbentuk pada akhir tahun pertama usia bayi. Daerah yang paling sering terkena lesi adalah kepala dan leher yaitu sekitar 56% kasus, sementara sisanya dapat terjadi pada enam sampai tujuh permukaan kulit tubuh.
Gambaran klinis hemangioma bervariasi sesuai dengan jenisnya. Hemangioma kapiler (nevus strawberry) tampak sebagai bercak merah menyala, tegang dan berbentuk lobular, berbatas tegas, yang dapat timbul pada berbagai tempat pada tubuh. Berbeda dengan hemangioma kapiler, lesi pada hemangioma kavernosum tidak berbatas tegas, dapat berupa makula eritematosa atau nodus yang berwarna merah sampai ungu. Bila ditekan mengempis dan akan cepat menggembung kembali apabila dilepas.




2.2 Patofisiologi

Ada beberapa hipotesis yang dikemukakan mengenai patofisiologi dari hemangioma, diantaranya menyatakan bahwa proses ini diawali dengan suatu proliferasi dari sel-sel endotelium yang belum teratur dan dengan perjalanan waktu menjadi teratur dengan membentuk pembuluh darah yang berbentuk lobus dengan lumen yang berisi sel-sel darah. Sifat
pertumbuhan endotelium tersebut jinak dan memiliki membran basalis tipis. Proliferasi tersebut akan melambat dan akhirnya berhenti.4
Hipotesis dari Takahashi menyatakan bahwa dalam trimester terakhir dari kehamilan, di dalam fetus terbentuk endotelium immature bersama dengan pericyte yang juga immature yang memiliki kemampuan melakukan proliferasi terbatas dimulai pada usia 8 bulan sampai dengan 18 bulan pertama masa kehidupan setelah dilahirkan maka pada usia demikian terbentuk hemangioma.4
Selama aktivitas proliferasi endotelium terjadi influks sejumlah sel mast dan tissue inhibitors of metalloproteinase (TIMP atau inhibitor pertumbuhan jaringan). Proliferasi endotelium kembali normal setelah fase proliferasi berhenti atau involusi. Sebagian besar hemangioma akan mengalami involusi spontan pada usia 5-7 tahun atau sampai usia 10-12 tahun.4

2.3 Tanda dan Gejala
Tampak seperti tanda lahir, tetapi pertumbuhannya terjadi secara cepat pada usia 6-12 bulan.
1. Pertumbuhan ini mulai menyusut dan melambat pada usia 1-7 tahun dan tumor ini menciut pada usia 10-12 tahun, kebanyakan ada pula yang menghilang pada usia 10-13 tahun.
2. Adanya pola merah terang yang timbul, terkadang dengan permukaan bertekstur (kadang disebut hemangioma stroberi karena berwarna merah seperti buah stroberi).
3. Pembuluh darah vena yang menyebar dari tumor juga bisa terlihat di bawah kulit. Saat hemangioma mulai menyusut, warna merahnya akan memudar. Bekas warna akhir itu umumnya akan hilang saat anak berusia 7 tahun.
4. Untuk hemangioma yang muncul pada lapisan kulit lebih bawah (hemangioma dalam), terlihat seperti lebam atau kebiru-biruan pada kulit tapi terkadang juga malah tidak tampak sama sekali. Lebam ini biasanya terlihat pada saat anak berusia 2-4 bulan.


2.4 Komplikasi
1. Perdarahan.
2. Pada tempat tertentu, dapat mengganggu fungsi, seperti : ambliopia, sesak nafas, gangguan kencing.
3. Trombositopenia, D.I.C.

2.5 Penatalaksanaan

Untuk mendeteksi timbulnya hemangioma secara dini mungkin agak sulit. Akan tetapi, jika anak telah lahir dan terlihat ada kelainan pada kulitnya, seperti keterangan yang disebutkan pada tanda-tanda hemangioma, sebaiknya segera berkonsultasi dengan dokter untuk mengatasi atau mencegah perkembangan hemangioma lebih lanjut.


Dari segi pengobatan, karena adanya persamaan-persamaan dalam tindakan, maka dapat digolongkan atas 3 golongan yaitu :

Golongan I :
a ”Strawbery mark”
b. Hemangioma kavernosum
c. Hemangioma campuran

Golongan II
a. ”Salmon patch”
b. ”Port wine stain”

Golongan III
a.”Spider angioma” dengan ”central arteriole”
Pengobatan untuk Golongan I
1. Radiasi : radiasi dapat membuat involusi, tapi komplikasi-komplikasi radiasi jauh lebih berbahaya dari pada hemangiomanya sendiri bila tidak diobati.
2. Pembedahan
a. Eksisi hemangioma
Bukan cara yang ideal karena kesukaran teknis, perdarahan banyak, tidak dapat mengambil secara tuntas tanpa merusak organ setempat, untuk hemangioma kecil kurang dari 1 cm, di daerah nasolabialis eksisi akan memberi hasil baik.
b. Ligasi arteri proksimal : kurang memuaskan
c. Ligasi ”a-v shunt”
d. Elektro koagulasi : untuk ”spider angioma”
e. ”Sclerozing agent”
Dipakai 5% sod. Morhuate. Dipergunakan hanya di daerah skalp, lidah, mucosa, dimana sikatriks yang timbul tidak akan menyusahkan kelak.
f. Kortikosteroid : dosis pemberian per oral 20-30 mg/hari selama 2-3 minggu, dan pelan-pelan diturunkan sampai 3 bulan.
Kortikosteroid, menambah sensitifnya pembuluh darah terhadap vaso constricting agent.
3. Menunggu :
Tindakan ini dilakukan atas dasar pertimbangan, bahwa hemangioma ini akan mengalami involusi spontan. Hemangioma ini sudah ada sejak lahir atau timbul sementara sesudah lahir. Kemudian membesar dengan cepat sampai umur 6-9 bulan. Selama 1 tahun berikutnya ia tumbuh pelan sampai maksimum besarnya pada lebih kurang umur 1 tahun. Kemudian mulai terjadi involusi spontan. Perjalanan involusi ini berjalan bertahun-tahun, sampai umur 7 tahun.

Pengobatan Golongan II :
“Salmon patch” dan “Port wine statis”, tidak mengadakan regresi spontan. Tindakan eksisi kemudian defek ditutup dengan skin graft atau dengan flap memberikan hasil lebih jelek dari sebelum operasi. Penanganan yang memberi hasil memuaskan dengan sinar Laser Argon.


BAB III
TINJAUAN KASUS

Sabtu, 20 November 2010

Contoh Makalah Konstipasi Pd BBL

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Dewasa ini, banyak sekali timbul keluhan dan gangguan penyakit di lingkungan masyarakat terutama yang disebabkan oleh adanya pola makan yang tidak sehat dan tidak teratur sehingga menyebabkan gangguan pada saluran pencernaaan. Salah satunya adalah konstipasi yang umumnya disebut juga dengan sembelit. Konstipasi merupakan kelainan pada sistem pencernaan dimana seorang manusia (atau mungkin juga pada hewan) mengalami pengerasan feses atau tinja yang berlebihan sehingga sulit untuk dibuang atau dikeluarkan dan dapat menyebabkan kesakitan yang hebat pada penderitanya. Sebagian besar orang pasti pernah mengalami konstipasi. Konstipasi ada yang ringan dan ada yang berat. Konstipasi yang berat atau cukup hebat disebut juga dengan obstipasi. Apabila seseorang menganggap remeh obstipasi ini dapat menyebabkan kanker usus yang berakibat fatal bagi penderitanya. Jika tidak segera ditanggulangi, akan menyebabkan terjadinya infeksi pada saluran pencernaan. Dan jika sudah akut, kemungkinan besar sulit diobati. Dalam upaya meningkatkan pemahaman masyarakat tentang segala sesuatu tentang konstipasi dan cara penanganannya, akan timbul petanyaan- pertanyaan yang terkait, seperti apa sebenarnya definisi dari konstipasi? Apa saja penyebab konstipasi? Bagaimana gejala-gejala konstipasi? Bagaimana cara penanganan konstipasi? Jenis tanaman apa saja yang dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional dalam pengobatan konstipasi? Dari tanaman obat tersebut, bagian mana saja yang berkhasiat? Bagaimana cara pengolahannya sehingga siap digunakan sebagai obat tradisional untuk konstipasi? Dan selanjutnya bagaimana cara penggunaan yang tepat sehingga efektif untuk menyembuhkan konstipasi? Berbagai permasalahan di atas akan dibahas dalam makalah berikut, sehingga dapat bermanfaat dalam menambah pengetahuan masyarakat terutama tentang konstipasi dan jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai obat konstipasi sehingga diharapkan selanjutnya masyarakat dapat melakukan pengobatan sendiri secara tradisional yang efektif, efisien, dan aman.

I.2. Tujuan Penulisan

Tujuan Umum:
Mengetahui bagaimana Asuhan Keperawatan pada anak dengan Konstipasi

Tujuan Khusus :
a. Mengetahui pengkajian pada penyakit Konstipasi
b. Mengetahui pengertian pada penyakit Konstipasi
c. Mengetahui Etiologi, gejala, tindakan yang tepat untuk mengatasi Konstipasi
d. Mengetahui evaluasi yang di harapkan

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI
Konstipasi atau sering disebut sembelit adalah kelainan pada sistem pencernaan di mana seorang manusia (atau mungkin juga pada hewan) mengalami pengerasan feses atau tinja yang berlebihan sehingga sulit untuk dibuang atau dikeluarkan dan dapat menyebabkan kesakitan yang hebat pada penderitanya. Konstipasi dibedakan menjadi dua yaitu ringan dan berat. Konstipasi yang berat atau cukup hebat disebut juga dengan obstipasi. Apabila seseorang menganggap remeh obstipasi ini dapat menyebabkan kanker usus yang berakibat fatal bagi penderitanya.
Penyebab umum konstipasi atau sembelit yang berada disekitar kita antara lain karena sedang menjalankan ibadah puasa, kekurangan cairan tubuh atau dehidrasi, menderita panas dalam, stres dalam pekerjaan, aktivitas yang padat, pengaruh hormon dalam tubuh, sedang dalam masa kehamilan, kelainan anatomis pada sistem pencernaan, gaya hidup yang buruk, efek samping akibat meminum obat tertentu (misalnya obat antidiare, analgesik, antasida, antikolinergik, obat darah tinggi (anti-hipertensi), golongan narkotik, beberapa obat penenang dan obat tidur), kekurangan asupan vitamin C, terlalu banyak duduk, disebakan oleh penyakit, menahan rangsangan untuk buang air besar dalam jangka waktu yang lama dan seharusnya segera dikeluarkan dan dibuang, kekurangan makanan berserat, karena usia lanjut, dan masih banyak lainnya

B. PATOFISIOLOGI

Konstipasi dapat terjadi apabila salah satu atau lebih faktor yang terkait dengan faktor anatomi dan fisiologi dalam proses mekanisme berak terganggu. Gangguan dapat terjadi pada kekuatan propulsif, sensasi rektal ataupun suatu obstruksi fungsional pengeluaran (functional outlet). Konstipasi dikatakan idiopatik apabila tidak dapat dijelaskan adanya abnormalitas anatomik, fisiologik, radiologik dan histopatologik sebagai penyebabnya.
Konstipasi pada masa bayi biasanya disebabkan masalah diet atau pemberian minum. Berak yang nyeri dapat merupakan pencetus primer dari konstipasi pada awal masa anak. Pada masa bayi dan anak, konstipasi kronik dapat disebabkan lesi anatomis, masalah neurologis, disfungsi neuromuskuler otot intrinsik, obat farmakologis, faktor metabolik atau endokrin. Pada masa anak penyebab terbanyak adalah konstipasi fungsional yang biasanya berawal dari kurangnya makanan berserat, kurang minum atau kurangya aktifitas.

C. TANDA DAN GEJALA
1. Frekuensi BAB kurang dari normal
2. Gelisah, cengeng, rewel
3. Menyusu/makan/minum kurang
4. Fese keras

D. KOMPLIKASI
Faktor non organik
• Kurang makanan yang tinggi serat
• Kurang cairan
• Obat/zat kimiawi
• Kelainan hormonal/metabolik
• Kelainan psikososial
• Perubahan mikroflora usus
• Perubahan/kurang exercise
Faktor organik
• Kelainan organ (mikrocolon, prolaps rectum, struktur anus, tumor)
• Kelainan otot dasar panggul
• Kelainan persyarafan : M. Hirsprung
• Kelainan dalam rongga panggul
• Obstruksi mekanik : atresia ani, stenosis ani, obstruksi usus


E. PENATALAKSANAAN
Banyak minum
• Makan makanan yang tinggi serat (sayur dan buah)
• Latihan
• Cegah makanan dan obat yang menyebabkan konstipasi
• ASI lebih baik dari susu formula
• Enema perotal/peranal
• Kolaborasi untuk intervensi bedah jika ada indikasi
• Perawatan kulit peranal

Contoh Makalah Hidrocephalus

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang
Kita mengenal “Hydrocephalus” sebagai suatu kelainan yang biasanya terjadi pada bayi, dan ditandai dengan membesarnya kepala melebihi ukuran normal. Namun apa sebenarnya hydrocephalus dan bagaimana penanganannya ?
Dalam keadaan normal, tubuh memproduksi cairan otak (Cairan Serebro Spinal = CSS) dalam jumlah tertentu, untuk kemudian didistribusikan dalam ruang-ruang ventrikel otak, sampai akhirnya diserap kembali. Dalam keadaan dimana terdapat ketidakseimbangan antara produksi dan penyerapan kembali, terjadi penumpukan cairan otak di ventrikel. Kondisi inilah yang dalam istilah medis dikenal sebagai “hydrocephalus”.
Meskipun banyak ditemukan pada bayi dan anak, sebenarnya hydrocephalus juga bisa terjadi pada dewasa. Hanya saja, pada bayi gejala klinisnya tampak lebih jelas, sehingga lebih mudah dideteksi dan didiagnosis. Hal ini dikarenakan pada bayi ubun-ubunnya masih terbuka, sehingga adanya penumpukan cairan otak dapat dikompensasi dengan melebarnya tulang-tulang tengkorak. Terlihat pembesaran diameter kepala yang makin lama makin membesar seiring bertambahnya tumpukan CSS. Sedangkan pada orang dewasa, tulang tengkorak tidak lagi mampu melebar. Akibatnya berapapun banyaknya CSS yang tertumpuk, takkan mampu menambah besar diameter kepala.
Pada penderita dewasa tanda klinis tidak sejelas pada bayi. Patokan yang digunakan adalah tanda-tanda kenaikan tekanan intracranial. Untuk membantu penegakan diagnosis, dapat dilakukan pemeriksaan penunjang radiologis dan laboratoris. Baik pada penderita bayi maupun dewasa, pemeriksaan radiologis yang menjadi gold standard adalah CT SCAN. Sedangkan pemeriksaan laboratoris meliputi pemeriksaan darah dan CSS untuk mendeteksi adanya infeksi.
Setelah diagnosis hydrocephalus tegak, tindakan harus diambil sesegera mungkin, sebab bila dibiarkan dapat mengakibatkan kerusakan otak yang permanent. Pada prinsipnya terapi hydrocephalus ditujukan untuk memperlancar drainage (aliran pembuangan) CSS melalui prosedur pembedahan. Tujuan drainage adalah untuk mengalirkan CSS ke ruang lain dan untuk menurunkan tekanan intracranial. Dikenal beberapa metode drainage, antara lain external ventricular drainage, dimana CSS dikeluarkan dari intracranial melalui suatu lubang. Metode lainnya adalah shunting, ialah mengalirkan CSS ke ruangan lain melalui suatu selang yang menghubungkan ventrikel otak dengan organ tubuh lain. Dikenal Ventrikulo-peritoneal Shunt, yaitu pengaliran CSS dari ventrikel otak ke peritoneum di rongga abdomen, ada pula shunting dari ventrikel otak ke atrium jantung (Ventrikulo-atrial shunt).

I.2. Tujuan Penulisan
Tujuan Umum:
Mengetahui bagaimana Asuhan Keperawatan pada anak dengan Hydrocephalus
2. Tujuan Khusus :
a. Mengetahui pengkajian pada penyakit Hydrocephalus
b. Mengetahui pengertian pada penyakit Hydrocephalus
c. Mengetahui Etiologi, gejala, tindakan yang tepat untuk mengatasi Hydrocephalus
d. Mengetahui evaluasi yang di harapkan

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI
Hidrocefalus adalah keadaan patologik otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan cerebrospinal dengan adanya tekanan intrakranial (TIK) yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengeluarkan liguor (Depkes RI, 1989)
Hidrocefalus adalah kelebihan cairan cerebrospinalis di dalam kepala. Biasanya di dalam sistem ventrikel atau gangguan hidrodinamik cairan liguor sehingga menimbulkan peningkatan volume intravertikel (Setyanegara, 1998)
Hidrocefalus adalah keadaan patologik otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan cerebrospinalis di dalam kepala (CSS) dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi sehingga terdapat ruangan tempat mengalirnya CSS (Ngastiyah, 1997)
Hidrocefalus adalah suatu kondisi dimana terjadi pembesaran sistem ventrikular akibat ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi cairan cerebrospinal (CSF: Cerebrospinal Fluid).(Ricard & Victor, 1992)
Jadi Hidrocefalus merupakan suatu keadaan patologik otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan cerebrospinalis sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya cairan cerebrospinal.

Tipe Hidricephalus
Menurut Ngatiyah (1997) Hidrocefalus pada bayi dapat dibagi menjadi dua yaitu
1.Konginetal : Hidrocefalus sudah diderita sejak bayi dilahirkan
2.Di dapat : Bayi/anak mengalaminya pada saat sudah besar dengan penyebabnya adalah penyakit-penyakit tertentu misalnya trauma kepala yang menyerang otak dan pengobatannya tidak tuntas.
Menurut Ngastiyah (1997) Hidrocefalus dapat dibagi dua yaitu:
1.Hidrocefalus obstruksi ---> Tekanan CSS yang tinggi disebabkan oleh obstruksi pada salah satu tempat antara pembentukan oleh plexus koroidalis dan keluranya dari ventrikel IV melalui foramen lusckha dan magendie.
2.Hidrocefalus komunikans--->Bila tekanan CSS yang meninggi tanpa penyumbatan sistem ventrikel.

B. PATOFISIOLOGI
Hidrocefalus menurut Avril B. Kligmen (1999) terjadi sebagi akibat dari 3 mekanisme yaitu: produksi liguor yang berlebihan, peningkatan resistensi aliran liguor dan peningkatan tekanan sinus venosa sebagai, konskwensi dari tiga mekanisme ini adalah peningkatan TIK sebagai upayamempertahankan keseimbangan sekresi dan observasi berbeda-beda setiap saat selama perkembangan Hidrocefalus. Dialatasi ini terjadi sebagai akibat dari:
Kompresi sistem serebrovaskular
Redistribusi dari liquor serebrospinalis atau cairan ekstra selular atau keduanya di dalam sistem susunan saraf pusat.
Perubahan mekanis dari otak
Efek tekanan denyut liquor cerebrospinalis
Hilangnya jaringan otak
Pembesaran volume tengkorak akibat adanya regangan abnormal pada sutura kranial.


C. TANDA DAN GEJALA
Gejala yang nampak dapat berupa (Ngastiyah, 1997; Depkes;1998)
1.TIK yang meninggi: muntah, nyeri kepala, edema pupil saraf otak II
2.Pada bayi biasanya disertai pembesaran tengkorak
3.Kepala bayi terlihat lebih besar bila dibandingkan dengan tubuh
4.Ubun-ubun besar melebar atau tidak menutup pada waktunya teraba tegang dan mengkilat dengan perebaran vena di kulit kepala
5.Sutura tengkorak belum menutup dan teraba melebar
6.Terdapat sunset sign pada bayi (pada mata yang kelihatan hitam-hitamnya, kelopak mata tertarik ke atas)
7.Bola mata terdorong ke bawah oleh tekanan dan penipisan tulang suborbita
8.Sklera mata tampak di atas iris
9.Pergerakan mata yang tidak teratur dan nistagmus tak jarang terdapat
10.Kerusakan saraf yang memberi gejala kelainan neurologis berupa gangguan kesadaran motorik atau kejang-kejang, kadang-kadang gangguan pusat vital

D. KOMPLIKASI
1. Peningkatan TIK
2. Kerusakan otak
3. Infeksi: septisemia, infeksi luka nefritis, meningitis, ventrikulitis, abses otak
4. Emboli otak
5. Obstruksi vena kava superior
6. Shunt tidak berfungsi dengan baik akibat obstruksi mekanik
7. Fisik dan intelegent kurang dari normal, gangguan penglihatan
8. Kematian

Komplikasi Hidrocefalus menurut Prasetio (2004)
1. Peningkatan TIK
2. Pembesaran kepala
3. kerusakan otak
4. Meningitis, ventrikularis, abses abdomen
5. Ekstremitas mengalami kelemahan, inkoordinasi, sensibilitas kulit menurun
6. Kerusakan jaringan saraf
7. Proses aliran darah terganggu

E. PENATALAKSANAAN
Penanganan hidrocefalus masuk pada katagori ”live saving and live sustaining” yang berarti penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang dilanjutkan dengan tindakan bedah secepatnya. Keterlambatan akan menyebabkan kecacatan dan kematian sehingga prinsip pengobatan hidrocefalus harus dipenuhi yakni:
1.Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus koroidalis dengan tindakan reseksi atau pembedahan, atau dengan obat azetasolamid (diamox) yang menghambat pembentukan cairan serebrospinal.
2.Memperbaiki hubungan antara tempat produksi caira serebrospinal dengan tempat absorbsi, yaitu menghubungkan ventrikel dengan subarakhnoid
3.Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial, yakni:
* Drainase ventrikule-peritoneal (Holter, 1992; Scott, 1995;Anthony JR, 1972)
* Drainase Lombo-Peritoneal
* Drainase ventrikulo-Pleural (Rasohoff, 1954)
* Drainase ventrikule-Uretrostomi (Maston, 1951)
* Drainase ke dalam anterium mastoid
* Mengalirkan cairan serebrospinal ke dalam vena jugularis dan jantung melalui kateter yang berventil (Holter Valve/katup Holter) yang memungkinkan pengaliran cairan serebrospinal ke satu arah. Cara ini merupakan cara yang dianggap terbaik namun, kateter harus diganti sesuai dengan pertumbuhan anak dan harus diwaspadai terjadinya infeksi sekunder dan sepsis.
4.Tindakan bedah pemasangan selang pintasan atau drainase dilakukan setelah diagnosis lengkap dan pasien telah di bius total. Dibuat sayatan kecil di daerah kepala dan dilakukan pembukaan tulang tengkorak dan selaput otak, lalu selang pintasan dipasang. Disusul kemudian dibuat sayatan kecil di daerah perut, dibuka rongga perut lalu ditanam selang pintasan, antara ujung selang di kepala dan perut dihubiungakan dengan selang yang ditanam di bawah kulit hingga tidak terlihat dari luar.
5.Pengobatan modern atau canggih dilakukan dengan bahan shunt atau pintasan jenis silicon yang awet, lentur, tidak mudah putus. VRIES (1978) mengembangkan fiberoptik yang dilengkapi perawatan bedah mikro dengan sinar laser sehingga pembedahan dapat dipantau melalui televisi.

Jumat, 12 November 2010

Contoh Makalah Hernia

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang
Hernia terlihat sebagai suatu tonjolan yang hilang timbul lateral terhadap tuberkulum pubikum, tonjolan timbul apabila pasien menangis, mengejan, atau berdiri dan biasanya menghilang secara spontan bila pasien dalam keadaan istirahat atau terlentang.
Insiden hernia pada populasi umum adalah 1%, dan pada bayi prematur 5%. Laki-laki paling sering terkena (85% kasus). Setengah dari kasus-kasus hernia inguinalis selama kanak-kanak terjadi pada bayi di bawah 6 bulan. Hernia pada sisi kanan lebih sering daripada sisi kiri (2: 1). 25% pasien menderita hernia bilateral. Sedangkan insiden tertinggi adalah pada masa bayi 9 lebih dari 50%), selebihnya terdapat pada anak-anak yang berusia kurang dari 5 tahun.
Oleh karena itu perlu kiranya mengetahui bagaimana penyakit tersebut sehingga dapat diputuskan tindakan secara tepat, apalagi insiden yang terjadi pada anak-anak, maka sangat diperlukan suatu tindakan secara dini dan tepat.

I.2. Tujuan Penulisan
1.Tujuan Umum:
Mengetahui bagaimana Asuhan Keperawatan pada anak dengan Hernia Inguinalis
2. Tujuan Khusus :
a. Mengetahui pengkajian pada penyakit hernia inguinalis
b. Mengetahui pengertian pada penyakit hernia inguinalis
c. Mengetahui Etiologi, gejala, tindakan yang tepat untuk mengatasi hernia inguinalis
d. Mengetahui evaluasi yang di harapkan


BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Hernia adalah masuknya lapisan perut (kadang-kadang disertai dengan isi perut, seperti usus) ke dalam kantong kemaluan atau lipat paha. Hal tersebut karena ada gangguan dalam pembentukan alat genetalia eksterna.
Hernia pada umumnya berbentuk lonjong, tidak terbatas tegas, kenyal-kenyal dan karena isinya lebih padat, maka tidak tembus bila disorot sinar. Pada umumnya, hernia merupakan benjolan yang hilang timbul.
Bagian hernia terdiri dari cincin, kantong dan isi hernia itu sendiri. Isi hernia x’usus, ovarium, dan jaringan penyangga usus (omentum). Bila ada bagianlemah dari lapisan otot dinding perut, maka usus det keluar ke tempat yang tidak seharusnya yakni bisa diafragma, lipatan paha, atau di pusar. Umumnya hernia tidak menyebabkan nyeri namun akan terasa bila hernia terjadi pada cincin hernia.
2.1.1 Klasifikasi
1. Hernia ke ducible / reversible
Dimana jaringan yang keluar mudah dikembalikan ke dalam rongga abdomen.
2. Hernia irreducible
Dimana jaringan yang keluar tidak dapat dikembalikan dengan mudah ke dalam rongga abdomen karena adanya perlekatan pada kantung.
3. Hernia strangulata
Leher kantong yang bekerja sebagai penahan menyumbat aliran darah, lumen usus tersumbat dan usus sendiri akan menjadi gangrene dalam waktu beberapa jam.
4. Hernia insisional
Kantung hernia memasuki celah bekas sayatan operasi. Biasanya luka yang pernah terkena infeksi.
5. Hernia igninalis
Kantung hernia memasuki celah inguinalis. Hernia ini mengikuti funikulus spermatikus atau ligamentum teres uteri. Hernia dapat dimulai pada cincin inghinalis yang lemah (direct) tanda-tandanya ada benjolan pada region inguinalis.

2.2 Patofisiologi
Pemijatan ke arah atas dapat menyebabkan isi benjolan tersebut pecah atau membengkak, sehingga menyebabkan keadaan berbahaya. Hernia dilipat paha pada umumnya memerlukan tindakan operasi. Biasanya luka operasi akan sembuh dalam beberapa hari saja.
Infeksi akibat hernia menjadikan penderita merasakan nyeri yang hebat dan infasi tersebut akhirnya menjalar dan meracuni seluruh tubuh. Jika sudah terjadi keadaan seperti itu, maka harus sangat ditangani dan dokter karena dapat mengancam nyawa penderita.
Hernia dapat berbahaya bila sudah terjadi jepitan isi hernia atau cincin hernia. Pembuluh darah di daerah tersebut lama kelamaan akan mati dan akan terjadi penimbunan racun. Jika dibiarkan terus, maka racun tersebut akan menyebar ke seluruh darah perut sehingga dapat menyebabkan terjadi infeksi di dalam tubuh.

2.3 Tanda dan Gejala
Gejalanya berupa:
- Gangguan pernafasan yang berat
- Sianosis (warna kulit kebiruan akibat kekurangan oksigen)
- Takipneu (laju pernafasan yang cepat)
- Bentuk dinding dada kiri dan kanan tidak sama (asimetris)
- Takikardia (denyut jantung yang cepat).

Hernia dapat terjadi pada semua umur, baik tua atau muda. Pada kanak-kanak atau bayi, lebih sering disebabkan kurang sempurnanya procesus vaginalis untuk menutup seiring dengan turunnya fetus atau buah zakar. Biasanya sering terkena hernia adalah bayi atau anak laki-laki. Pada orang dewasa hernia terjadi karena adanya tekanan yang tinggi dalam rongga perut dan kelemahan otot dinding perut karena faktor usia.
Tekanan dalam perut yang meningkat dapat disebabkan batuk yang kronik, susah buang air besar, adanya pembesaran prostate pada pria serta orang yang sering mengangkut barang-barang berat.
Hernia akan meningkat seiring dengan penambahan umur. Disebabkan oleh melemahnya jaringan penyangga usus atau karena adanya penyangga yang menyebabkan tekanan di dalam perut meningkat.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik, yaitu:
- Gerakan dada pada saat bernafas tidak simetris
- tidak terdengar suara pernafasan pada sisi hernia
- bising usus terdengar di dada
- perut teraba kosong.
- Rontgen dada menunjukkan adanya organ perut di rongga dad

2.4 Komplikasi
Komplikasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia. Antara lain obstruksi usus sederhana hingga perforasi (lubangnya) usus yang akhirnya dapat menimbulkan abses lokal, fistel atau peritonitis.
2.5 Penatalaksanaan
Sebenarnya tidak semua hernia harus diOP. Bila jaringan hernia masih dapat dimasukkan kembali, maka tindakannya adalah hanya menggunakan penyangga atau korset untuk mempertahankan isi hernia yang telah direposisi. Pada anak/bayi, reposisi spontan dapat terjadi karena cincin hernia pada anak lebih elastis. Bila sudah tidak dapat direposisi, maka satu-satunya tindakan harus dilakukan adalah melalui operasi.
Tindakan bedah pada hernia adalah herniotomi dan herniorafi. Pada bedah efektif, kanalis dibuka, isi hernia dimasukkan kantong diikat dan dilakukan Bassiny Plasty atau teknik yang lain untuk memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis.


BAB III
TINJAUAN KASUS


(sumber : http://rentalhikari.wordpress.com/2009/11/06/askep-hernia/ )

Contoh Makalah Diare

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang
Penyakit diare masih menjadi penyebab kematian balita (bayi dibawah 5 tahun) terbesar didunia. Menurut catatan UNICEF, setiap detik 1 balita meninggal karena diare. Diare sering kali dianggap sebagai penyakit sepele, padahal di tingkat global dan nasional fakta menunjukkan sebaliknya. Menurut catatan WHO, diare membunuh 2 juta anak didunia setiap tahun, sedangkan di Indonesia, menurut Surkesnas (2001) diare merupakan salah satu penyebab kematian ke 2 terbesar pada balita.

I.2. Tujuan Penulisan
A. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menerapkan pola pikir ilmiah dalam melaksanakan Asuhan Kebidanan pada Bayi penderita caput dan mendapatkan gambaran epidemiologi, distribusi, frekuensi, determinan, isu dan program penanganan penyakit diare.

B. Tujuan Khusus
1.Melakukan pengkajian data.
2.Mengidentifikasi diagnosa, masalah dan kebutuhan.
3.Mengidentifikasi masalah potensial.
4.Mengidentifikasi kebutuhan segera.
5.Merumuskan suatu rencana tindakan yang komprehensif.
6.Mengevaluasi pelaksanaan asuhan kebidanan.

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi

Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi berak lebih dari biasanya (3 atau lebih per hari) yang disertai perubahan bentuk dan konsistensi tinja dari penderita (Depkes RI, Kepmenkes RI tentang pedoman P2D, Jkt, 2002).
Jika ditilik definisinya, diare adalah gejala buang air besar dengan konsistensi feses (tinja) lembek, atau cair, bahkan dapat berupa air saja. Frekuensinya bisa terjadi lebih dari dua kali sehari dan berlangsung dalam jangka waktu lama tapi kurang dari 14 hari. Seperti diketahui, pada kondisi normal, orang biasanya buang besar sekali atau dua kali dalam sehari dengan konsistensi feses padat atau keras.

2.1.1 Jenis-jenis Diare
Diare Akut
Merupakan diare yang disebabkan oleh virus yang disebut Rotaviru yang ditandai dengan buang air besar lembek/cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya biasanya (3kali atau lebih dalam sehari) dan berlangsung kurang dari 14 hari. Diare Rotavirus ini merupakan virus usus patogen yang menduduki urutan pertama sebagai penyebab diare akut pada anak-anak.
Diare Bermasalah
Merupakan yang disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, parasit, intoleransi laktosa, alergi protein susu sapi. Penularan secara fecal-oral, kontak dari orang ke orang atau kontak orang dengan alat rumah tangga. Diarae ini umumnya diawali oleh diare cair kemudian pada hari kedua atau ketiga baru muncul darah, dengan maupun tanpa lendir, sakit perut yang diikuti munculnya tenesmus panas disertai hilangnya nafsu makan dan badan terasa lemah.
Diare Persisten
Merupakan diare akut yang menetap, dimana titik sentral patogenesis diare persisten adalah keruskan mukosa usus. Penyebab diare persisten sama dengan diare akut.
(Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare Edisi ketiga, Depkes RI, Direktorat Jenderal PPM dan PL tahun 2007)

2.1.2 Penyebab Diare
Menurut Dr. Haikin Rachmat, MSc., penyebab diare dapat diklasifikasikan menjadi enam golongan:
1. Infeksi yang disebabkan bakteri, virus atau parasit.
2. Adanya gangguan penyerapan makanan atau disebut malabsorbsi.
3. Alergi.
4. Keracunan bahan kimia atau racun yang terkandung dalam makanan.
5. Imunodefisiensi yaitu kekebalan tubuh yang menurun.
6. Penyebab lain.
Direktur Pemberantasan Penyakit Menular Langsung (PPML), Ditjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (P2MPL) Depkes yang sering ditemukan di lapangan adalah diare yang disebabkan infeksi dan keracunan. Setelah melalui pemeriksaan laboratorium, sumber penularannya berasal dari makanan atau minuman yang tercemar virus. Konkretnya, kasus diare berkaitan dengan masalah lingkungan dan perilaku. Perubahan dari musim kemarau ke musim penghujan yang menimbulkan banjir, kurangnya sarana air bersih, dan kondisi lingkungan yang kurang bersih menyebabkan meningkatnya kasus diare. Fakta yang ada menunjukkan sebagian besar pasien ternyata tinggal di kawasan kurang bersih dan tidak sehat.
Saat persediaan air bersih sangat terbatas, orang lantas menggunakan air sungai yang jelas-jelas kotor oleh limbah. Bahkan menjadi tempat buang air besar. Jelas airnya tak bisa digunakan. Jangan heran kalau kemudian penderita diare sangat banyak karena menggunakan air yang sudah tercemar oleh kuman maupun zat kimia yang meracuni tubuh. Masalah perilaku juga bisa menyebabkan seseorang mengalami diare. Misalnya, mengonsumsi makanan atau minuman yang tidak bersih, sudah tercemar, dan mengandung bibit penyakit. Jika daya tahan tubuh ternyata lemah, alhasil terjadilah diare.

2.2 Patofisiologi
Penyakit ini dapat terjadi karena kontak dengan tinja yang terinfeksi secara langsung, seperti:
- Makan dan minuman yang sudah terkontaminasi, baik yang sudah dicemari oleh serangga atau terkontaminasi oleh tangan kotor.
- Bermain dengan mainan terkontaminasi apalagi pada bayi sering memasukkan tangan/mainan/apapun kedalam mulut. Karena virus ini dapat bertahan dipermukaan udara sampai beberapa hari.
- Penggunaan sumber air yang sudah tercemar dan tidak memasak air dengan air yang benar.
- Tidak mencuci tangan dengan bersih setelah selesai buang air besar.

2.3 Tanda dan Gejala
Gejala diare adalah tinja yang encer dengan frekuensi 4kali atau lebih dalam sehari, yang kadang disertai:
- Muntah
- Badan lesu atau lemah
- Panas
- Tidak nafsu makan
- Darah dan lendir dalam kotoran

2.4 Komplikasi
Diare yang berlangsung terus selama berhari-hari dapat membuat tubuh penderita mengalami kekurangan cairan atau dehidrasi. Jika dehidrasi yang dialami tergolong berat, misalnya karena diarenya disertai muntah-muntah, risiko kematian dapat mengancam. Orang bisa meninggal dalam beberapa jam setelah diare dan muntah yang terus-menerus. Dehidrasi akut terjadi akibat penderita diare terlambat ditangani.
2.5 Penatalaksanaan

2.5.1 Pencegahan
Pencegahan muntaber bisa dilakukan dengan mengusahakan lingkungan yang bersih dan sehat.
1. Usahakan untuk selalu mencuci tangan sebelum menyentuh makanan.
2. Usahakan pula menjaga kebersihan alat-alat makan.
3. Sebaiknya air yang diminum memenuhi kebutuhan sanitasi standar di lingkungan tempst tinggal. Air dimasak benar-benar mendidih, bersih, tidak berbau, tidak berwarna dan tidak berasa.
4. Tutup makanan dan minuman yang disediakan di meja.
5. Setiap kali habis pergi usahakan selalu mencuci tangan, kaki, dan muka.
6. Biasakan anak untuk makan di rumah dan tidak jajan di sembarangan tempat. Kalau bisa membawa makanan sendiri saat ke sekolah
7. Buatlah sarana sanitasi dasar yang sehat di lingkungan tempat tinggal, seperti air bersih dan jamban/WC yang memadai.
8. Pembuatan jamban harus sesuai persyaratan sanitasi standar. Misalnya, jarak antara jamban (juga jamban tetangga) dengan sumur atau sumber air sedikitnya 10 meter agar air tidak terkontaminasi. Dengan demikian, warga bisa menggunakan air bersih untuk keperluan sehari-hari, untuk memasak, mandi, dan sebagainya.

2.5.2 Pertolongan Pertama
Bila sudah terlanjur terserang diare, upaya pertolongan pertama yang perlu segera dilakukan:
1. Minumkan cairan oralit sebanyak mungkin penderita mau dan dapat meminumnya. Tidak usah sekaligus, sedikit demi sedikit asal sering lebih bagus dilakukan. Satu bungkus kecil oralit dilarutkan ke dalam 1 gelas air masak (200 cc). Jika oralit tidak tersedia, buatlah larutan gula garam. Ambil air masak satu gelas. Masukkan dua sendok teh gula pasir, dan seujung sendok teh garam dapur. Aduk rata dan berikan kepada penderita sebanyak mungkin ia mau minum.
2. Penderita sebaiknya diberikan makanan yang lunak dan tidak merangsang lambung, serta makanan ekstra yang bergizi sesudah muntaber.
3. Penderita muntaber sebaiknya dibawa ke dokter apabila muntaber tidak berhenti dalam sehari atau keadaannya parah, rasa haus yang berlebihan, tidak dapat minum atau makan, demam tinggi, penderita lemas sekali serta terdapat darah dalam tinja.


BAB III
TINJAUAN KASUS

Contoh Makalah Ceput Succedanum

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrahim,
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan Makalah yang berjudul “Caput Succedaneum
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak maka Makalah ini tidak dapat terwujud, untuk itu dengan segala kerendahan hati perkenankan saya menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada rekan – rekan yang telah banyak menghabiskan waktu pemikiran dan perhatian dalam membimbing serta mengarahkan saya menyelesaikan Makalah ini.
Akhirnya, semoga bimbingan dan bantuannya dicatat sebagai amal baik oleh Allah SWT. Semoga Makalah yang masih jauh dari kesempurnaan ini juga bermanfaat untuk perkembangan ilmu kebidanan.















BAB I
PENDAHULUAN




1.1 Latar Belakang

Masalah-masalah yang terjadi pada bayi baru lahir yang diakibatkan oleh tindakan-tindakan yang dilakukan pada saat persalinan sangatlah beragam. Trauma akibat tindakan, cara persalinan atau gangguan kelainan fisiologik persalinan yang sering kita sebut sebagai cedera atau trauma lahir. Partus yang lama akan menyebabkan adanya tekanan tulang pelvis. Kebanyakan cedera lahir ini akan menghilang sendiri dengan perawatan yang baik dan adekuat.

Kelainan pada ibu dan bayi dapat terjadi di beberapa saat sesudah persalinan bahkan persalinan normal sekalipun. Pada umumnya kelahiran bayi normal cukup bulan merupakan tanggung jawab penuh seorang bidan terhadap keselamatannya dan juga pada ibu pada persalinan normal. Saat ini angka kematian ibu dan bayi di Indonesia masih sangat tinggi bahkan tertinggi di Asia Tenggara. Di Indonesia, berdasarkan perhitungan oleh BPS diperoleh AKI tahun 2007 sebesar 248/100.000 kelahiran hidup. Sementara untuk AKB, berdasarkan perhitungan dari BPS, pada tahun 2007 diperoleh AKB sebesar 26.9/1.000 kelahiran hidup.
Jejas lahir merupakan istilah untuk menunjukan trauma mekanik yang dapat di hindari atau tidak dapat di hindari,serta trauma anoksia yang di alami bayi selama kelahiran dan persalinan.Beberapa macam jejas persalinan seperti Caput suksadeneum,sefal hematoma,trauma pleksus brakialis,fraktur klavikula dan fraktur humerus. Disini akan di bahas tentang caput suksadeneum.





1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menerapkan pola pikir ilmiah dalam melaksanakan Asuhan Kebidanan pada Bayi penderita caput

1.3.2. Tujuan Khusus
1.3.2.1 Melakukan pengkajian data.
1.3.2.2 Mengidentifikasi diagnosa, masalah dan kebutuhan.
1.3.2.3 Mengidentifikasi masalah potensial.
1.3.2.4 Mengidentifikasi kebutuhan segera.
1.3.2.5 Merumuskan suatu rencana tindakan yang komprehensif.
1.3.2.6 Melakukan tindakan menurut rencana.
1.3.2.7 Mengevaluasi pelaksanaan asuhan kebidanan.













BAB II
TINJAUAN TEORI





1. DEFINISI
Caput succedaneum adalah edema kulit kepala anak yang terjadi tekanan dari jalan lahir kepada kepala anak.Atau pembengkakan difus,kadang-kadang bersifat ekimotik atau edematosa,pada jaringan lunak kulit kepala,yang mengenai bagian kepala terbawah,yang terjadi pada kelahiran verteks.Karena tekanan ini vena tertutup,tekanan dalam capilair veneus meninggi hingga cairan masuk kedalam jaringan longgar di bawah lingkaran tekanan dan tempat yang terendah.Merupakan benjolan yang difus kepala,dan melampaui sutura garis tengah.
Pembengkakan pada caput succadeneum dapat meluas menyeberangi garis tengah atau garis sutura.Dan edema akan menghilang sendiri dalam beberapa hari.Pembengkakan dan perubahan warna yang anolog dan distorsi wajah dapat terlihat pada kelahiran dengan persentasi wajah.Dan tidak di perlukan pengobatan yang spesifik,tetapi bila terdapat ekimosis yang ektensif mungkin ada indikasi melakukan fisioterapi dini untuk hiperbilirubinemia.
Moulase kepala dan tulang parietal yang tumpang tindih sering berhubngan dengan adanya caput succadeneum dan semakin menjadi nyata setelah caput succadeneum dan semakin menjadi nyata setelah caput mulai mereda,kadang-kadang caput hemoragik dapat mengakibatkan syok dan di perlukan transfuse darah.





2. FATOFISIOLOGI
1. Pembengkakan yang terjadi pada kasus caput succadeneum merupakan pembengkakan difus jaringan otak,yang dapat melampaui sutura garis tengah.

2. Adanya edema di kepala terjadi akibat pembendungan sirkulasi kapiler dan limfe di sertai pengeluaran cairan tubuh.Benjolan biasanya di temukan di daerah persentasi lahir dan terletak periosteum hingga dapat melampaui sutura


3. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejalanya yaitu:
1. Adanya edema dikepala
2. Pada perabaan teraba lembut dan lunak
3. Edema melampaui sela-sela tengkorak
4. Batas yang tidak jelas
5. Biasanya menghilang 2-3 hari tanpa pengobatan


4. KOMPLIKASI
Banyak hal yang menjadi penyebab terjadinya caput succadeneum pada bayi baru lahir yaitu:
1. persalinan lama
Dapat menyebabkan caput succadeneum karna terjadi tekanan pada jalan lahir yang terlalu lama,menyebabkan pembuluh darah vena tertutup,tekanan dalam capilair venus meninggi hingga cairan masuk kedalam cairan longgar di bawah lingkaran tekanan dan pada tempat yang terendah.
2. persalinan dengan ekstraksi vakum
Pada bayi yang dilahirkan vakum yang cukup berat,sering terlihat adanya caput vakum sebagai edema sirkulasi berbatas dengan sebesar alat penyedot vakum yang digunakan.proses persalinan yang panjang dan sulit,sering menyebabkan pengumpulan cairan di bawah kulit kepala bayi,sehingga kepala bayi terlihat bengkak/edema.
Caput succadeneum juga terjadi bila:
- Ketuban sudah pecah
- His cukup kuat,makin kuat his makin besar caput suksadeneum
- Anak hidup,tidak terjadi pada anak yang mati.
- Selalu terjadi pada bagian yang terendah dari kepala.

5. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaannya yaitu:
1. Bayi dengan caput succadeneum di beri ASI langsung dari ibu tanpa makanan tambahan apapun,maka dari itu perlu di perhatikan penatalaksanaan pemberian ASI yang adekuat dan teratur.
2. Bayi jangan sering di angkat karena dapat memperluas daerah edema kepala.
3. Atur posisi tidur bayi tanpa menggunakan bantal.
4. Mencegah terjadinya infeksi:
 Perawatan tali pusat
 Personal hygiene baik
5. Berikan penyuluhan pada orang tua tentang:
 Perawatan bayi sehari,bayi di rawat seperti perawatan bayi normal
 Keadaan trauma pada bayi,agar tidak usah khawatir karena benjolan akan
menghilang 2-3 hari.
6. Berikan lingkungan yang nyaman dan hangat pada bayi.
7. Awasi keadaan umum bayi.



BAB II
TINJAUAN KASUS